Sebelum membaca, jangan lupa follow FP Instagram kami @getoknow_translation

Youkya na Kanojo wa Kyorikan ga Bagutteiru Vol 1 Chapter 2

14 min read

POV Ayano Sasagawa.

“Sasagawa-san kamu hebat banget ya bisa mendapat begitu banyak uang diusia muda seperti ini..."

Dalam mimpi ku, secara sekilas aku melihat seorang teman sekelas ku saat masih SMP.

Sejak aku mulai bekerja sebagai seorang model sejak saat itu, telah membuatku menonjol dalam banyak hal di kelas.

Teman teman sekelasku selalu menatapku dengan tatapan aneh. Setelah aku mulai bekerja, aku sering ditanyai tentang penghasilanku di setiap kesempatan dan memandangku seperti sedang mengemis sesuatu kepadaku.

“Yah… masih sedikit hehe, makasih…”

Setelah menerima jawaban ini, hal pertama yang mereka lakukan adalah meminta sesuatu padaku. Mereka meminta permen, perhiasan dan kosmetik dan sebagainya. Jumlah barang dan uang yang diminta teman temanku bertambah seiring berjalan nya waktu.

Aku menghabiskan hampir setengah tahun di tempat kerja, karena itu aku hampir tidak punya kenangan untuk dibagikan dengan teman sekelas ku.

Bukan hal yang aneh bagi ku untuk meninggalkan sekolah lebih awal, dan bahkan ketika aku bergabung dengan klub di sekolah, aku tidak dapat berpartisipasi dengan baik dan menerima perlakuan khusus dari guru. Hal ini menyebabkan pemicu kebencian dari sebagian teman sekelasku,

Karena itu aku menebusnya dengan uang.

Meskipun aku tahu itu salah, aku tidak bisa mengatakan tidak jika diminta untuk melakukannya.

Sudah jelas bahwa jika aku mengatakan sesuatu tentang hal itu, aku akan diasingkan.

…………

Suara hujan yang tiba-tiba membuat ku kembali sadar.

Ini masih jam pelajaran kedua pelajaran matematika. Aku tidak bisa memahami nya dan aku tidak tahu apakah itu karena aku terlalu lelah, tetapi aku tertidur tanpa sadar, hal ini membuatku bermimpi tentang masa laluku dan sekarang suasana hati ku sangat buruk.

Sejauh ini, aku menjalani kehidupan sekolah menengah yang biasa biasa saja.

Namun, karena masa lalu ku saat SMP aku tidak bisa menjalin hubungan yang mendalam dengan mereka. Bahkan ketika mereka mencoba untuk berteman denganku, aku malah menghindarinya.

(Kalau dipikir-pikir, bagaimana ya keadaan Fujimura sekarang, aku ingin tahu apakah hidungmu baik-baik saja.)

Aku melihat ke samping, pria yang kutemui pagi ini, dengan ekspresi acuh tak acuh di wajahnya. ia sedang menulis dengan pensil.

Dia selalu berpura-pura tidur dan melakukan hal aneh ini dan tidak banyak berbicara dengan orang lain.

Biasanya aku yang selalu menyendiri tidak pernah memperdulikan hal sepele seperti ini, namun hatiku berbicara padaku bahwa aku harus berterima kasih padanya.

Tentu saja, jika aku tidak mengeluarkan uang, itu tidak akan diterima.

Kayaknya aku harus mengeluarkan uang untuk meyakinkannya agar ia mau menerimanya.

Jika ia menganggapku sebagai seorang yang tidak tahu terimakasih kepada orang yang telah membantunya, aku yakin akan sulit bagiku untuk bisa berbicara lagi dengannya.

“Hah~......."

Aku menghela napas kecil dan melihat ke jendela.
Awan gelap yang menutupi langit memerangkap semua cahaya yang menerangi kami dan hanya hujan yang turun.

◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇

POV Fujimura Kyosuke

Setelah menolongnya dari si pirang itu, aku kira Ayano akan berbicara dengan ku saat pergi ke sekolah bersama. Ternyata dia telah berbicara dengan banyak orang sejak pagi dan bahkan tidak melihat ke sini.

Tetapi kalau dipikir-pikir, bukankah itu sudah biasa?

Meskipun itu mungkin membantunya pada akhirnya, tidak mungkin bagiku untuk bisa menjadi lebih dekat dengannya hanya karena itu. Jika ia sepopuler itu, dia pasti sudah terbiasa dengan hal semacam ini sekarang.

Aku bergumam pada diriku sendiri dan menertawakan diriku sendiri karena begitu sadar diri, dan merasa lega karena hari-hari tenang ku tidak terancam,

Tidak apa apa. Aku dan dia hidup di dunia yang berbeda.

“Ah, Fujimura!”

Lonceng tanda berakhirnya jam pelajaran keempat berbunyi, pada saat semua orang dikelas mulai membuat banyak keributan dan mulai makan siang mereka.

Tiba tiba tangan Ayano-san berada tepat di atas mejaku, aku mengangkat kepalaku tanpa sadar, dan matanya yang jernih bertemu dengan mataku.

“Mau ke kantin bareng? Anggap saja sebagai hadiah ucapan terima kasih untuk pagi ini. Aku akan mentraktirmu.”

“Apa? Apa?”

Aku merasa aneh, semua orang menatapku dengan tatapan aneh.

Tetapi Ayano-san tidak memperhatikan tatapan di sekelilingnya sama sekali, sambil mengatakan "Ayo pergi", dan mencengkeram kerah bajuku seperti kucing dan menyeretku pergi.

"Tunggu, tunggu sebentar."

Aku memisahkan diri dan menjauhkan diri darinya sekaligus.

Apa yang harus aku lakukan? Apa yang harus aku katakan?

Berbalik seperti ini tanpa mengucapkan sepatah kata pun tidak hanya tidak wajar, tetapi juga akan membuat kesan yang buruk padanya. Bahkan jika aku mengatakan kepadanya bahwa aku membawa bekal makan siang, itu tidak akan berhasil.

Aku berniat untuk pergi ke kantin hari ini, jadi aku tidak membawa apa-apa.

Aku harus berhati-hati pada saat-saat seperti ini, kalau tidak, aku mungkin akan kehilangan reputasiku sebagai "Si paling pendiam dan si pendiam di kelas" jika aku disebut tidak sopan.

"Ada apa?.."

"Apa yang salah ...... itu, bagaimana aku harus mengatakannya ....."

“Jangan khawatir, aku punya uang.”

“Bukan itu yang aku maksud.”

Aku juga punya uang, jadi tidak perlu memaksaku untuk pergi ke kantin di depan semua orang seperti itu.

Aku hanya tidak ingin diganggu.

"Kamu tidak perlu berterimakasih padaku, Lagipula, kamu sudah memberiku sapu tangan milikmu. Jadi lebih baik menggunakannya untuk dirimu sendiri.”

Aku pikir itu adalah kalimat yang bagus, jadi aku tidak bisa menahan senyum puas di wajahku.

Dengan cara ini, aku tidak akan terlihat aneh bahkan jika aku menolaknya, dan dia tidak akan terlalu memikirkannya jika aku berkata seperti itu. Sedangkan untuk makan siang, mari kita tahan saja sampai aku tiba di rumah.

(..... Hmm?))

Wajah Ayano berubah sedikit lebih gelap, dan aku tidak bisa menahan diri untuk tidak mengerutkan kening.

Dia tampak seperti terkejut dan sedikit bingung, dan matanya bergerak ke kiri dan ke kanan tidak menentu seperti anak yang tersesat. Saat ia mendapatkan kembali ketenangannya, dia berkata dengan wajah memerah.

'Um, tapi...aku harus berterima kasih padamu.'

"Eh? Aku sudah bilang bahwa aku tidak membutuhkannya."

"T-tapi itu tidak akan menyakinkan ku jika aku tidak mengeluarkan uang ku untuk mu."

“......”

"Semua orang berpikir seperti itu ..."

"...... Meskipun aku tidak tahu apa yang kamu bicarakan sejak tadi, aku tidak berpikir bahwa ucapan terima kasih ada hubungannya dengan uang, dan selain itu, siapa semua orang yang kamu maksud? Bisakah kamu tidak melibatkanku di dalamnya?"

Aku menghela napas dan berkata, "Itu saja kalau begitu." dan hendak bangun dari kursiku dan pergi ke kantin.

Aku baru saja akan melangkah, tetapi segara ditarik ke belakang dan hampir terjatuh lagi. Aku melihat ke arah Ayano dan melihat bahwa Ayano sedang memegangi ujung seragamku, dia terlihat cemas dan ragu-ragu.

"Apakah masih ada hal lain yang bisa kulakukan untukmu?..."

Mungkinkah itu membuatnya merasa tidak bahagia barusan? Keringat dingin mengucur dari dahiku.

"...... Lalu, apa yang harus aku lakukan?"

Aku tidak yakin, tapi aku merasakan sedikit kegembiraan di wajah Ayano.

"Bagaimana kalau kita makan siang bersama?"

“Ha?”

"Jika aku tidak mentraktirmu, lalu apa yang bisa aku lakukan agar Fujimura mau makan denganku?”

"Apa?"

“Sebelum itu izinkan aku untuk pergi ke kelas dulu untuk mengambil dompetku.”

"Oh, ya, aku mengerti."

Dihadapkan dengan pertanyaan mendadak seperti itu, aku tidak punya pilihan selain memberikan jawaban ini.

Ayano menganggukan kepalanya dengan "hmmm hmmm". Kemudian ekspresinya berubah menjadi malu-malu saat dia menggaruk kepalanya, seolah untuk menyebunyikan rasa malunya ia meletakkan tangannya di belakang punggungnya seolah-olah untuk menekankan bentuk tubuhnya yang indah dan berkata.

“Baiklah, aku akan menunggumu disini.”

Sekarang dia berbicara dengan suara yang samar samar dan merasa tidak percaya diri. Jauh berbeda dari caranya berbicara kepada ku saat di kelas.

Aku tidak tahu apa yang terjadi, tetapi aku bebas sekarang. Ya! Aku bebas! Aku bisa kemana saja sekarang.

Aku tidak yakin apa yang akan mereka katakan jika seseorang melihatku makan dengan Ayano-san.

Aku khawatir kehidupan SMAku yang tenang dan damai yang selalu kudambakan akan terancam.

Karena tidak ada yang bisa dilakukan. Yang harus ku lakukan adalah meninggalkannya seperti ini.

Jika dia bertanya tentang hal itu nanti, aku bisa mengatakan padanya bahwa aku harus pergi ke UKS karena sakit perut.

Namun tak lama setelah itu, secara tiba tiba aku teringat kembali pada tatapan yang dia berikan padaku sebelumnya. Melihatnya berdiri di sana dengan wajah memerah, merangkai kata dengan ragu-ragu… dia telah memberikan semuanya yang dia bisa hanya untuk merangkai kalimat itu bersama-sama, hanya untuk berterima kasih.

Mengapa dia begitu tidak yakin? Jika itu adalah undangan dari seseorang seperti dia, aku yakin sebagian besar anak laki-laki dengan senang hati akan ikut dengannya jika dia mengajak mereka berkencan. Lantas mengapa ia berusaha mati-matian untuk mengumpulkan keberanian nya pada orang sepertiku?

(Tidak, lupakan saja. Jika aku tidak makan sekarang, aku tidak akan bisa bertahan bekerja sampai malam hari sepulang sekolah.)

Setelah bergumam pada diriku sendiri, aku melihat ke luar dan menyadari bahwa hujan yang turun sejak pagi ini telah benar-benar berhenti.

“Apa itu cukup ......?"

Semangkuk kecil Kitsune Udon Mini……

Aku selalu berpikir bahwa porsi makan laki-laki cenderung lebih banyak ketimbang porsi makan perempuan, tapi bahkan untuk seorang gadis, ini terlalu sedikit!!

“Biasanya aku cuma makan sayur sayuran saja, jadi untuk hari ini aku akan memenuhi asupan karbohidratku dengan benar!”

Itulah yang dia jawab, dan kemudian memakan mie udon dalam satu gigitan kecil. Tampaknya menjaga bentuk tubuh juga merupakan bagian dari pekerjaannya. Aku melihatnya dan tidak bisa tidak mengaguminya dari lubuk hati ku.

Perlahan lahan aku mulai memakan makan siangku juga, tapi selalu sulit untuk ditelan.

Banyak orang di ruang ini memandangnya setidaknya sekali, dan kemudian melihat kearahku seolah olah sedang mengawasiku, seperti yang kuduga aku mendapat banyak perhatian, dan itu membuatku merasa buruk.

“Apakah tidak enak?”

Mungkin karena raut wajahku yang jelek sekarang, Ayano bertanya sambil memiringkan kepalanya.

“Tidak, tidak apa-apa..."

"Itu bohong, pasti tidak enak. Lagipula, kamu memiliki raut wajah seperti itu."

"Aku terlahir dengan raut wajah seperti itu."

“Yah, itu akan mubazir jika kamu tidak memakannya.”

Dia meletakkan sumpitnya saat dia mengatakan ini dan mengulurkan tangannya kepadaku.

Mangkuk yang berisi udonnya sudah kosong.

“Haruskah aku membantumu memakannya untukmu?"

Dia menggerakkan jari-jarinya sedikit, seolah olah ia ingin aku memberinya sendok.

"Kamu hanya ingin makan, bukan, Sasagawa-san?"

“Itu tidak benar. Tahukah kamu? mereka bilang ada tujuh dewa yang hidup di dalam nasi, jadi, sayang sekali jika nasi itu tersisa-"

"Kalau begitu pesanlah nasimu sendiri. Kamu tidak perlu mengambil nasiku.”

“Aku merasa bersalah jika aku tidak memiliki alasan yang baik.”

“Aku tahu kau hanya ingin makan."

Meskipun sebelumnya aku berkomentar bahwa aku mengaguminya, Aku menarik kata kata ku sebelumnya.

Aku membuka mulut ku lebar-lebar, memasukkan nasi kari ke dalam mulutku, dan mulai mengunyah karbohidrat. Di sisi lain, Ayano menatapku dengan iri seperti Chihuahua yang lapar.

“Ah~ rasanya aku tidak bisa makan lagi. Kalau saja ada seseorang yang bisa membantuku makan satu gigitan saja.”

"Aku, aku, aku, aku, aku! Aku akan memakannya!"

Segera setelah aku selesai mengatakan itu, Ayano mengangkat tangannya dan terlihat seperti akan menerkamku.

Hati nurani ku akan sangat sakit jika aku tidak menghabiskan makananku seperti ini, tetapi sulit rasanya untuk makan dengan semua mata tertuju padaku seperti ini.

“Ja~ Itadakimasu.”

Itu, tidak bisa disebut satu gigitan, itu terlalu banyak.

Ayano, yang mulutnya penuh dengan nasi, sedang mengunyah dan menghembuskan udara panas dari mulutnya, dengan beberapa butir nasi yang masih tersangkut di sudut mulutnya, yang mana itu akan membuatnya terlihat seperti orang bodoh jika dia adalah orang normal, tetapi anehnya dia terlihat sangat alami, sehingga itu dapat menjadi sebuah gambar yang bagus.

"全く/Mattaku(Ya ampun)"

Setelah memakan sepertiga dari semuanya, Ayano menyerahkan kembali piringnku.

Aku mengambil sendok untuk melanjutkan makan, lalu sesuatu terpikir olehku.

(Apa ini?)

Ciuman tak langsung.

Menggunakan alat makan yang sama dengan yang digunakan Ayano-san. Tanpa sadar mataku tertuju pada bibirnya, Ujung lidah merah-nya menjilati sisa butiran nasi yang tersisa disekitar bibirnya.

Cara dia melakukannya, membuat pipiku memanas secara alami. “Hal menjijikkan macam apa yang kau pikirkan!” Aku menegur diriku sendiri karena merasa malu di dadaku, bertanya-tanya apa yang sedang kupikirkan.

(Seperti yang diharapkan dari seorang yokai. Kamu sama sekali tidak peduli kan?)

[Catatan TL : Yokai adalah istilah anak muda yang berarti kepribadian yang cerah dan flamboyan. Ini digunakan untuk orang yang positif, ceria, modis, dapat dengan jelas mengekspresikan pendapat mereka dan suka aktif.”

Aku telah menggunakan sendok ini sebelumnya, Ayano juga seharusnya tahu itu, tetapi dia tidak menunjukkan kekhawatiran sama sekali.

"Tidak apa-apa, kamu boleh menghabiskan semuanya."

"Apa? Sungguh.”

Aku bukan tipe orang yang memiliki masalah tentang kebersihan.

Hanya saja, begitu aku menyadari bahwa itu adalah ciuman tidak langsung, ini akan sulit bagiku untuk kembali makan seperti seolah-olah tidak ada yang terjadi. Dalam hal ini, akan lebih baik membiarkannya menghabiskan semuanya.

“Fujimura-kun jika kamu membuang buang makanan, tuhan akan marah padamu lho, untung saja aku ada disini.”

“Jika kamu berbicara seperti itu lagi padaku, tidak ada lagi kari untukmu."

“Aku tidak bermaksud begitu. Hanya saja aku penasaran kenapa kamu tidak banyak berbicara dengan orang lain.”

“Aku tidak peduli. Lagipula, tidak ada gunanya bagi siapapun untuk berbicara denganku.”

“Apa? Kurasa aku cukup senang berbicara denganmu.”

“Jangan menyanjungku.”

Aku menjawab dengan nada suara yang sedikit kasar, dan wajah Ayano berubah sedikit suram dan menundukkan matanya.

"Adapun begitu, Sasagawa-san kamu punya begitu banyak teman, bukan? Jadi tidak perlu terlibat denganku."

Ketika aku mengatakan ini dengan nada yang sedikit sedih, aku menyadari bahwa aku telah berbicara lebih keras daripada yang kukira, dan aku bisa merasakan suasana yang canggung mulai menghampiriku. Aku belum pernah merasakan ledakan emosi ini sebelumnya. Tidak benar berperilaku seperti ini, membiarkan melampiaskan emosimu kepada orang lain.

“Itu saja, kalau begitu, selamat tinggal."

Aku bangkit dari tempat duduk ku dan langsung meninggalkan tempat kejadian begitu saja.

Setelah berbicara dengannya sedikit, aku bisa mengatakan bahwa Ayano-san adalah orang yang sangat baik. Aku yakin dia tidak akan melakukan hal yang buruk padaku untuk menyebarkan berita buruk tentangku karena telah meninggalkannya begitu saja dengan cara seperti ini.

(..............)

Aku merasa aku baru saja mengambil keuntungan dari hati nuraninya yang tulus dan itu membuatku merasa tidak enak.

Aku tidak yakin berapa lama waktu yang dibutuhkan bagi ku untuk mengatasi ini. Alih-alih pergi ke ruang kelas, aku menuju ruang UKS. Menyeret kepalaku yang berat.

Aku hanya berbaring di tempat tidur, mengosongkan kesadaranku, dan sebelum aku menyadarinya, hujan, yang telah berhenti sebelumnya, mulai turun lagi.

Sudah waktunya untuk pulang sekolah.

Ketika aku kembali ke kelas untuk mengambil tasku dan menemukan melihat dua gadis yang sedang mengobrol dengan sampah permen yang berserakan di sekitarnya.

“Hei tidakkah kamu merasa bahwa Sasagawa-san bertingkah aneh akhir-akhir ini.”

“Aneh gimana?”

“Aku ngerasa dia jadi agak berbeda hari ini….”

“Masa sih? Menurutku, dia masih sama memandang rendah kita seperti biasanya.”

Mereka adalah duo yang biasanya mengobrol dengan Ayano-san. Mereka melirik ke arahku. lalu kembali ke percakapan mereka dan tertawa.

“Aku melihatnya hari ini, terus terusan senyum senyum nggak jelas.”

Tangan yang kuulurkan ke dalam tasku tiba-tiba berhenti.

Melihat mereka membuka bungkusan permen, dan caranya membersihkan remah-remah dari jari-jarinya membuatnya terlihat sangat menyeramkan.

“Eh? Apaan tuh? Jijik banget.”

Aku segera mengambil tas sekolahku dan meninggalkan ruang kelas dengan cepat. Aku ingin menjauh dari mereka sesegera mungkin.

Aku tidak tahu mengapa aku terus mengulangi percakapan mereka di kepalaku.

Berulang kali, tepatnya, kata demi kata, ingatanku yang tadinya tidak berfungsi di kelas, sekarang bekerja dengan ganas.

Aku berjalan ke pintu keluar memakai sepatuku dan mengambil payungku.

Aku ingin pulang, aku ingin pulang sekarang lalu makan sesuatu, bermain game, menonton TV, dan kemudian tidur, jadi aku bisa melupakanya.

Kyosuke merasakan keringat yang tidak enak mengalir di punggungnya saat dia berlari keluar dari pintu depan seolah-olah ia sedang melarikan diri.

“Ah, Fujimura-kun.”

Suaranya menggetarkan gendang telinganya saat menembus derasnya hujan.

Aku melihat ke arah suara itu dan menemukan Ayano berdiri di sana..

"Aku dengar kamu sedang tidak enak badan, apakah kamu sudah baik-baik saja?"

“Ya, baik ... "

Aku menjawab dengan samar-samar, dan membuka payungku.

“Apakah kamu sedang menunggu seorang teman?”

"Tidak, seseorang mengambil payungku, bagaimanapun juga itu cuma plastik, jadi aku kira seseorang mengambilnya secara tidak sengaja.”

Dia mengatakan ini dengan ekspresi yang sedikit konyol di wajahnya.

Aku melihat payungku, aku pikir bahuku akan sedikit basah, tapiitu bukan masalah bagiku untuk berjalan satu payung dengan Ayano-san.

“Achooo”

Dengan suara yang lucu, dia tersenyum malu-malu dan berkata "Aku rasa aku masuk angin" dan mengeluarkan tisu untuk menyekanya.

“Aku akan menunggu disini sampai hujan berhenti. Sampai jumpa”

Dia melambaikan tangannya dengan lembut dan meniup hidungnya lagi.

Mungkin karena aku mengatakan kepadanya untuk tidak berhubungan denganku lagi saat di kantin, dan dia mungkin menghormati apa yang aku katakan.

(Baiklah…….)

Aku mencengkeram gagang payung dengan erat , dengan punggung menghadap Ayano.



Meskipun tidak ada air di sepatunya, dia merasa tidak nyaman dengan setiap langkah yang dia ambil.

Bahkan suara hujan yang mengenai payung plastik juga terasa sangat keras.

(Eh? Apaan itu? Jijik banget)

Kata-kata kedua gadis di kelas itu masih memenuhi pikiranku.

Jika kamu berbicara sedikit dengannya, Kamu akan tahu bahwa Ayano-san bukanlah tipe orang yang suka meremehkan orang lain. Dia adalah orang yang sangat ceria, sederhana dan sedikit bodoh yang senang dengan segala sesuatu.

Ini adalah sesuatu yang bahkan aku pun bisa mengenalinya, jadi mengapa mereka tidak bisa mengerti apa yang aku mengerti?

Jika mereka iri dengan kecantikannya, itu cukup masuk akal juga.

Tapi apa hak mu untuk cemburu pada orang lain?
Ayano mengatakan bahwa dia sedang mencoba untuk mengendalikan pola makannya, sedangkan kamu menghabiskan waktu mu dengan bermalas-malasan dan memakan permen di sana,
Dia bekerja keras untuk pekerjaanya, pergi ke sekolah, dan belajar.

Aku dengan egois menghindarinya, membuatnya merasa tidak nyaman, namun aku malah membiarkannya seperti itu dan membuatnya khawatir tentang ku.

Apa yang aku telah kulakukan…….

Kyosuke berhenti berjalan dan menghela napas panjang.

Jejak ketupat

Hujan belum menunjukkan tanda-tanda akan mereda dan sepertinya akan terus berlanjut sampai besok pagi.

Kapan ya aku bisa pulang ke rumah? Lagipula aku hidup sendiri jadi aku tidak bisa meminta orang tua ku untuk datang dan menjemputku. Aku punya cukup uang untuk memanggil taksi, tapi aku tidak ingin seseorang melihatku dan membicarakanku di belakang. Meskipun rumahku tidak jauh dari sekolah, namun sulit untuk berlari di tengah hujan seperti ini.

[Catatan TL : Taksi di Jepang sangat mahal, sehingga hanya sedikit orang yang menggunakannya).

(...........)

Apakah seseorang melupakan sesuatu? Aku melihat seseorang berseragam berlari masuk dari luar gerbang sekolah.

Tubuh kurus, bertubuh pendek. Penglihatanku kabur karena hujan dan ketika siswa itu mendekat, aku bisa melihatnya dengan jelas dan akhirnya menyadari bahwa itu adalah itu adalah Kyosuke yang kukenal.

"Aku menaruh ini di tas ku sebelumnya, kamu bisa menggunakannya."

Kyousuke terengah-engah dan menyerahkan payung lipat dengan satu tangan.

“Masih ada label di atasnya… apakah kamu sengaja membelinya?... "

"Tidak, aku tidak melakukannya. Aku sudah membawanya di dalam tasku sejak aku membelinya."

“Hmm..... "

Kyosuke berkata dengan tersipu dan menyerahkan payung yang terlipat ke sisiku.

“Sampai jumpa besok."

Pakaiannya basah kuyup oleh hujan.

Aku mengulurkan tanganku dan menarik Kyosuke kembali yang hendak melangkah maju.

Sebelum aku sempat berpikir, tanganku bergerak dengan sendirinya.
“Ayok kita pulang bareng.”

Meski dia lebih suka menyendiri.

Tetapi aku yakin bahwa jika aku tidak bersikap egois sekarang, aku akan menyesalinya suatu hari nanti.



Anda mungkin menyukai postingan ini

Posting Komentar