Dalam perjalanan ke sekolah di pagi hari.
Aku melirik sekilas ke arah teman sekelas ku yang sedang berteriak di telepon, menunggu seseorang datang.
(Itu pasti merepotkan menjadi orang yang punya banyak teman, harus menunggu orang lain untuk pergi ke sekolah. Itu benar benar berlawanan dengan kehidupan sekolah yang aku dambakan selama ini)
Kyosuke bergumam pada dirinya sendiri.
Aku tidak iri padanya. Aku sama sekali tidak iri padanya.
Kyosuke telah memutuskan untuk menjadi orang yang bebal dalam kehidupan sekolah menengahnya, yang dimulai tahun ini.
Setelah melakukan perkenalan diri yang biasa biasa saja, Kyosuke menolak semua ajakan aktivitas klub dengan senyum palsu yang telah ia latih selama ini, karena dia memiliki pekerjaan paruh waktu, dan mencurahkan seluruh jam kosongnya hanya untuk berpura-pura tidur selama disekolah.
Karena perilakunya yang seperti itu, teman-teman sekelasnya tidak mencoba memaksa Kyosuke untuk masuk ke dalam grup mereka dan mendapatkan julukan "Si paling pendiam dan si pendiam di kelas.”
Kyosuka berpikir bahwa "Disukai dapat membawa kemungkinan buruk untuk tidak disukai" dan jika hal itu terjadi, hal itu dapat menyebabkan penindasan. Karena itu Kyosuke menghabiskan hari-harinya sendirian tanpa berteman dengan siapapun daripada harus menanggung kekhawatiran nya yang tidak berdasar itu.
Botchi saikō! Aku mengatakan ini pada diri sendiri sambil menatap langit dengan awan kusam yang terhampar di langit saat berjalan di sepanjang jalan yang ditumbuhi pepohonan dengan kelopak bunga yang menari nari di pinggir jalan.
[Catatan TL : Bocchi" adalah kependekan dari "hitori bocchi" (ひとりぼっち), yang berarti "kesepian" atau "suka menyendiri".]
Tak lama setelah itu, tiba-tiba, perhatianku tertuju kepada seorang siswi yang berjalan di depanku.
Dia memiliki rambut hitam panjang dan mengkilat hingga pinggang, seorang gadis yang tingginya lebih dari 5'11(180cm keatas) Punggungnya yang lurus dan caranya saat berjalan terlihat sangat anggun.
Tidak butuh waktu lama baginya untuk menyadari bahwa gadis adalah Ayano Sasagawa, teman sekelas Kyosuke.
“Tidak, kamu bohong kan? Kamu bilang kamu nggak punya HP."
Seorang siswa laki-laki yang berjalan di samping Ayano mengatakan hal ini sambil tertawa.
Aku tidak tahu siapa dia, tetapi firasat ku mengatakan bahwa dia pasti berandalan karena rambutnya yang pirang. Aku juga tahu bahwa dia bukan pacar atau temannya karena Ayano terlihat sangat kesal.
(Ah, Nampa(Penjahat kelamin) Ini adalah pertama kalinya aku melihatnya.)
Karena penasaran, aku menatap mereka dari belakang.
Seorang gadis cantik yang memuncaki kasta teratas disekolah dan juga seorang model, jika dia secantik itu, tidak heran kalau begitu banyak orang yang tertarik padanya.
Kehidupan baru, semester baru, tahun ajaran baru, dan banyak hal baru di bulan ini, itu pasti sangat sulit bagimu Ayano-san
“Ayolah, setidaknya beri aku kontakmu.”
“Tidak, aku benar benar tidak memilikinya.”
“Jangan bohong padaku, aku lihat kamu sedang menelepon seseorang barusan."
“Eh, ah itu….”
Si pirang yang tidak mau menyerah, Kegelisahan Ayano-san bisa dirasakan hanya dengan melihat punggungnya.
Ponsel yang dipegang oleh gadis itu sedikit bergetar. Apakah tangannya gemetar…?
Si pirang tersentak sejenak, tetapi kemudian berkata.
“Sebenarnya Ayano-san.. adik kecilku adalah penggemar beratmu, aku mengirimnya email padanya, memberitahunya kalau aku berada di sekolah yang sama dengan Ayano-chan, dan dia membalas "Kau harus mendapatkan kontaknya Oni-chan!" Kalau dia sampai tahu bahwa aku tidak mendapatkannya, aku yakin dia akan sangat….."
(Pfft, HAHAHAHAHHAHAHAHAHAHAHA)
Ketika aku memperhatikan apa yang sedang terjadi, aku mencoba yang terbaik untuk tidak tertawa. Aku tahu profesi Ayano membuatnya populer di kalangan gadis-gadis seusianya,
tetapi tidak ada gunanya mengatakan hal-hal seperti itu dalam adegan ini sekarang.
Itu adalah kebohongan yang buruk, kata Kyosuke sambil tertawa kecil. Jika ada seseorang yang bisa dibodohi oleh kebohongan seperti itu, aku ingin sekali bertemu dengan mereka.
"Hontōdesuka!(Benarkah?)”
"Pfft.”
Suara Ayano tiba-tiba berubah dan aku tidak bisa menahan tawaku.
Siswa berandalan itu melirik kebelakang dan aku buru buru menundukan kepalaku berpura pura batuk dan mencoba untuk menutupinya.
'Mm-hm. Aku serius. Ini benar-benar luar biasa bukan?”
"Yah. hehehe, aku cuma melakukan yang terbaik apa adanya..."
Dia menyisir rambutnya ke belakang dan berkata seperti itu dengan bangga.
(Apakah ada yang salah dengan kepalanya? Apakah dia bodoh?)
Tawa kering keluar dari mulutku, tapi ya.. apa yang dikatakan oleh cowok pirang itu ada benarnya juga, aku selalu merasa orang seperti Ayano-san berasal dari dimensi yang berbeda dariku, bahkan orang sepertiku pun mengaguminya juga.
“Karena itu, aku ingin mengenalkanmu pada adikku. Tolong, Ayano-chan. Aku tidak bermaksud sesuatu yang aneh.”
“Eh?”
Siswa berambut pirang itu dengan cepat meraih pergelangan tangan Ayano-san.
Dia tampak terkejut dengan kontak yang tiba-tiba karena dia menarik tangannya, namun siswa berambut pirang itu menghiraukannya dan mencengkram tangannya.
“Serius. Katakan padaku, aku tidak bermaksud aneh."
Kata-kata yang diucapkan dengan ekspresi serius di wajahnya memiliki kesan yang kuat dan cocok dengan fisiknya yang dewasa sebelum waktunya, memberikan rasa tertekan.
Ayano-san melihat ke belakang dan meminta bantuanku, namun aku menolak permintaan itu dan mengalihkan pandanganku ke bawah.
Aku merasa kasihan padanya. Aku bahkan ingin membantunya.
Tetapi jika saja aku menolongnya dan melawan seorang berandalan, kehidupan SMA yang tenang dan damai yang selalu kudambakan akan hilang.
Sambil mengisi dadaku dengan perasaan menyesal, aku bergumam dalam hati untuk hidup tetap kuat dan mempercepat langkahku untuk melewati mereka.
"Ah!”
Pada saat itu, kaki kanan ku tersandung dengan kaki kiriku sehingga aku kehilangan keseimbanganku.
Aku berusaha untuk mendapatkan kembali pijakanku, tetapi tubuhku yang lambat karena kurang olahraga, tidak mampu melakukannya.
Aaaaah!
Aku berpikir aku harus meraih sesuatu.
Dengan pikiran itu, aku mengulurkan tangan dan mencoba meraih celana panjang si pirang.
Lalu aku membanting wajahku, dan jeritan pria itu terdengar dari atas kepalaku.
Rasa sakit, keterkejutan, dan perasaan sekarat menyerbu sekaligus membuat Kyosuke kewalahan, dan dia ambruk ke tanah, tidak mampu berdiri.
“Tch, omae~! Fuzaken na(Beraninya kau mempermainkanku!)”
Si pirang meludah dan berlari menjauh.
Aku hanya bisa melihat suara langkah kaki yang pergi dengan cepat dan kemudian perlahan-lahan berdiri.
“Kamu nggak papa?”
Kyosuke menyadari hidungnya berdarah setelah mendengar suara Ayano. Dia buru-buru mengeluarkan sebungkus saku tisu dari sakunya dan menempelkan tisu itu ke hidungku.
"Aduh. kamu ini, ceroboh sekali...."
Ini sangat buruk, apa yang harus lakukan? Darah yang mengalir dari hidungku mengalir bersama dengan emosi negatif.
Meskipun itu hanya kecelakaan, aku telah menarik celana orang lain dan berurusan dengan berandalan, kehidupan SMA sedang dalam bahaya sekarang.
“Hei, hei."
Ayano dengan lembut mengerang di telingaku.
Suara yang lembut membuatku mendongak ke atas, dan menyadari bahwa kami begitu dekat. Ini adalah jarak dimana aku bisa mendengar nafasnya yang terengah-engah.
Aroma buah pir yang manis dan segar menggelitik lubang hidungku dan membuat jantungku mulai berdebar kencang..
“Mmmmh....."
Suara yang keluar dari mulutnya.. tidak itu lebih seperti sesuatu yang mirip dengan suara yang keluar dari tenggorokannya. Melihat dari jarak yang begitu dekat memang lebih indah daripada melihatnya dari kejauhan
Pupil matanya yang biru-hijau berkedip sedikit di bawah bulu matanya yang panjang.
Aku tidak menyadarinya karena aku selalu menunduk di sekolah, tetapi dia memiliki tahi lalat tepat di bawah sudut matanya.
"Celana dalam miliknya berpola bunga, bukan? Hihihi"
Ayano-san mulai tertawa seperti anak kecil. Aku tidak melihatnya, tapi, menebak dari nada bicaranya, aku menyimpulkan bahwa dia mungkin mengacu pada celana dalam siswa berambut pirang itu.
“Terima kasih."
Dia menepuk kepala Kyosuke dengan lembut dengan wajah yang memerah.
Dia berbalik dan meninggalkannya, mengatakan bahwa dia ada tugas harian.
“Sampai jumpa lagi, Fujimura-kun”
Setelah mengucapkan kata-kata ini, Ayano-san meninggalkanya.
Kyosuke memegangi hidungnya yang mimisan dan menatap punggungnya saat dia menjauh.
"Bagaimana kau bisa tahu namaku…".
Aku merasakan perasaan panas mulai naik di perutku, namun diam diam aku menelannya kembali.
Tidak tidak. Tidak, tidak, bukan itu yang kumaksud.
Fakta bahwa aku telah menyelamatkannya dan berbicara dengannya, entah bagaimana, itu menghapus rasa bersalah yang aku rasakan untuk si pirang. Namun pada saat yang sama, kehidupan SMA yang damai, dan hari-harinya yang tenang sedang dalam bahaya.
(Do, dō shō(Aku harus bagaimana......)
Aku rasa aku berpikir terlalu jauh, meski begitu aku tidak bisa memprediksi apa yang akan terjadi padaku disekolah setelah itu, aku takut akan hal itu.
Kyosuke memegangi kepalanya, berharap itu hanya ketakutannya yang tidak berdasar.