Sebelum membaca, jangan lupa follow FP Instagram kami @getoknow_translation

Yuutousei no Ura no Kao Jitsuha Ura Aka Joshi datta Tonari no Seki no Bishoujo Vol 1 Chapter 2

30 min read


Sulit dipercaya Yuu Mamiya yang merupakan murid teladan di kelasku akan membuat hidupku berubah banyak setelah itu.

Aku tidak menyadarinya sampai beberapa saat setelah hari berikutnya setelah itu..



Seperti biasa, aku bangun tepat sebelum pukul 7 pagi dan bersiap-siap untuk melakukan rutinitasku sebagai siswa SMA untuk pergi ke sekolah.

Tempat aku bersekolah adalah SMA Kamisei, yang terletak di kota setempat wilayah Tohoku dan merupakan salah satu sekolah ternama di prefektur ini.

Tentu saja aku mengalami masa-masa yang sangat sulit dan mengalami kesulitan saat mengikuti ujian masuk sekolah ini, tapi entah bagaimana pada akhirnya aku berhasil lolos dan mendapatkan hasil yang memuaskan untuk bersekolah disini.

Peraturan sekolah ini tidak begitu ketat dan menganut budaya sekolah yang bebas, dan aktif dalam kegiatan klub.

Tidak ada hari yang terlewati tanpa mendengar teriakan ketua klub olahraga yang terdengar dari suatu tempat, baik di pagi hari maupun sepulang sekolah saat aku bersekolah disini.

Walau semua orang disekitarku tampak sangat aktif, tampaknya hanya aku saja satu satunya yang tidak punya keinginan untuk mengikuti klub apapun di sekolah yang dikhususkan untuk kegiatan klub ini.

Aku tidak memilih sekolah ini karena ingin terlibat dalam kegiatan klub sejak awal. Karena berbagai alasan dan berbagai hal yang telah terjadi padaku saat aku SMP, aku memilih sekolah ini untuk menjauh dari teman-teman SMP ku.

Walau beberapa orang yang kukenal sebelumnya tidak berhubungan lagi denganku setelah masuk sekolah yang sama. Sejauh yang aku tahu, aku dapat menghitung dengan satu tangan jumlah orang yang melanjutkan ke sekolah yang sama denganku.

Itu sebabnya aku menjalani kehidupan sekolah yang biasa-biasa saja yang bagi sebagian orang mungkin tampak membosankan, ditambah dengan kepribadianku yang tidak mencolok.

Hari ini.

Atau lebih tepatnya mengingat apa yang terjadi padaku kemarin, entah kenapa itu membuatku takut untuk pergi ke sekolah hari ini, namun aku rasa alasan itu terlalu sepele jika aku menolak untuk pergi ke sekolah hanya karena itu, jadi aku memaksakan diri untuk tetap berangkat ke sekolah dan sedang dalam perjalanan ke kelas sekarang.

“Yo, Akihito. Bagaimana kabarmu, kamu terlihat lelah."

“Ohayou, Aki-kun!"

Suara yang tampak familiar bagiku secara bersamaan datang dari belakangku.

Melihat ke belakang, seorang pria berwajah tampan dengan rambut cokelat tua pendek dan seorang gadis kecil dengan senyum ceria di wajahnya, keduanya berjalan ke arahku sambil berpegangan tangan.

Tidak butuh waktu lama bagiku untuk menyadari bahwa mereka berdua adalah teman SMPku Natsu dan Hikari.

Pria itu adalah Natsuhiko Shishikura, Senyumnya, yang tidak berubah dan mirip seperti anjing, masih ada dan masih sehat sampai sekarang.

Dan gadis di sebelahnya adalah Tatara Hikari. Dia mengibaskan rambut pendeknya yang berwarna coklat muda dan memiliki senyum kecil seperti binatang di wajahnya.

Pada awalnya aku tidak terlalu mengenal mereka tetapi mereka adalah teman dan kekasih masa kecil..

Berkat ini, ada suasana manis di sekitar mereka, dan cowok cowok jones yang terpapar oleh cinta mereka setiap hari kerap kali meneteskan air mata frustrasi setiap kali melihatnya.

“Ah, ternyata kalian. selamat pagi, apakah aku terlihat begitu lelah?"

“Kamu tidak terlihat bersemangat hari ini, yah aku tahu kamu selalu seperti ini, tapi..."

“Hari ini kamu terlihat berbeda dari sebelumnya.”

“Apakah kalian sedang memujiku atau mempertanyakanku?”

“Aku hanya sedang berpikir untuk mengatakan yang sebenarnya saja, hahaha.”

Natsu tertawa sinis dan menamparku di punggung. Ia mungkin berpikir bahwa dia melakukannya dengan ringan, tapi itu cukup sakit untuk tubuh ku yang malang/kurang olahraga.

Tatara yang berdiri sampingnya, menyipitkan matanya juga dan tertawa di sampingnya.

Tapi tetap saja.. Apa yang mereka katakan padaku tidak sepenuhnya salah, aku memang merasa tidak bersemangat hari ini. Penyebab masalahnya pasti apa yang terjadi sepulang sekolah kemarin.

Itu benar, itu pasti karena apa yang terjadi sepulang sekolah kemarin.

Saat aku kembali ke kelas untuk mengambil sesuatu yang ketinggalan di kelas, tak disengaja aku menyaksikan pemandangan mengejutkan seorang murid teladan kelasku Mamiya Yuu melepas pakaiannya untuk mengambil selfie di kelas...... dan diancam untuk merahasiakannya.

Kurasa aku masih lelah secara mental karena terlibat dalam peristiwa tak terduga kemarin.

"Akito, aku rasa kamu perlu olahraga. Mengapa kamu tidak mencoba berlari? Itu akan mengubah suasana hatimu."

“Jangan katakan itu dengan wajah ceria seperti itu. Lagipula jangan samakan aku dengan Youkya sepertimu.”

“Tidak perlu merendahkanku seperti itu juga. Aku pikir kamu cukup populer juga, kamu memiliki wajah yang cukup bagus, jika kamu mengubah gaya rambut dan suasana hatimu sedikit saja, aku yakin kamu akan populer. Selain itu, kamu juga memiliki kepribadian yang baik."

“Aku tidak ingin menjadi populer dan aku tidak merasa memiliki kepribadian yang baik adalah sebuah pujian.”

“Aku pikir seorang pria menarik dengan cara itu juga.”

“Ya, Aki-kun, kamu harus lebih percaya diri.”

“Aku sedih karena hanya sedikit orang yang bisa memahamimu, huhuhu.”

“Aku tidak sedih, dan aku tidak punya masalah dengan itu.”

Aku memberikan jawaban yang tepat, sambil mengagumi Natsu, yang melakukan tiruan tangisan yang buruk dan memberinya jawaban asal-asaln.

Bahkan dari sudut pandangku, Natsu termasuk dalam kategori pria yang tampan, tetapi aku tidak mengerti mengapa dia ingin berteman dengan orang sepertiku, meskipun kami sudah saling kenal selama sekitar dua tahun.

Aku juga tidak tahu apa yang Hikari lihat dalam diriku yang membuatku begitu menarik.

Kami berbasa-basi sambil berjalan menyusuri koridor menuju ruang kelas.

"Kurasa disinilah kita harus berpisah, ini adalah tempat kita harus mengucapkan selamat tinggal.”

Hikari melepaskan tangan yang dipegangnya dan berpisah dengan Natsu dan mengucapkan selamat tinggal saat ia berjalan menuju kelas berikutnya.

“Sayang sekali kalian tidak berada di kelas yang sama.”

“Itu benar, tapi perasaanku pada Hii-chan tidak akan terpisah pada level ini."

Natsu mengatakannya seolah-olah itu adalah hal yang biasa. Nama "Hii-chan" adalah nama panggilan sayang yang digunakan Natsu untuk memanggil Tatara. Dia telah memanggilnya seperti itu sejak lama..

Setelah tiba agak terlambat di kelas, Natsu dan aku berjalan ke ruang kelas kami dan disuguhkan pemandangan yang sama seperti biasanya dikelas. Aku meletakkan tasku di atas meja untuk bersiap, dan setelah berpisah dari Natsu, aku duduk di kursiku di sebelah kanan dekat jendela.

Ada banyak cara untuk memanfaatkan waktu luang sebelum pertemuan kelas pagi dimulai.

Ada yang berkumpul dengan teman mereka untuk mengobrol, ada yang sibuk mengerjakan tugas dan ada pula yang sedang berbaring di meja, seolah-olah mereka belum cukup tidur.

Dan aku menghabiskan sebagian besar waktuku dengan bermain ponsel di kelas.

Namun Natsu, tiba-tiba teringat sesuatu, dan berkata, "Aku lupa mengerjakan tugas matematika ku.” tak lama setelah itu.

“Seperti biasa.”

"Jangan bilang begitu..... hei, kita berteman, kan?"

Natsu, berkata dengan suara yang menjijikkan, dan memeluk bahuku dari belakang.

“Jangan melingkarkan lenganmu dibahuku, ini terlalu panas.”

“Inilah yang disebut persahabatan pria, jadi, terlepas dari perasaanku yang meluap luap untuk Akito. Ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu~"

"Jangan bicara seperti itu padaku dan juga jangan tunjukkan perasaanmu yang meluap-luap itu padaku, itu menjijikan, luapkan saja pada Tatara.”

“Tidak peduli berapa banyak cinta yang aku berikan kepadanya, manusia adalah makhluk yang tidak pernah puas.”

“Kau tidak serius saat mengatakan itu, kan? Lupakan saja."

Aku menghela napas dan berkata padanya "Tunggu, aku akan mencarinya" dan persis seperti yang aku bayangkan dari Natsu dia mulai mengutarakan kalimat-kalimat seperti "Kamu yang terbaik, Akito-san!” dan mulai berbicara dengan nada yang menjijikan seperti seorang gadis yang sering muncul dalam manga shoujo.

Aku menyerahkan buku catatan matematikaku, lalu dia menerimanya dengan senyum lebar di wajahnya.

Jika aku memberi bantuan yang sama berulang-ulang kepada Natsu, aku khawatir itu akan membuatku kewalahan.

Saat aku baru saja akan bersantai dan menghabiskan waktu untuk bermain dengan ponselku, kursi di sebelah kiriku tiba-tiba ditarik keluar.

Tidak lain pemilik kursi itu adalah Yuu Mamiya. Tidak butuh lama bagiku untuk menyadarinya bahwa itu adalah orang yang mengancam ku kemarin dan tersenyum padaku seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

“Ohayou, Aisaka-kun.”



Ucapan selamat pagi darinya saja sudah membuatku gugup, dengan canggung aku perlahan mengalihkan pandanganku dari ponselku dan menoleh untuk menyapa Mamiya dan dikejutkan oleh sosok Yuu Mamiya yang tidak berubah seperti murid teladan biasanya.

Aku secara tidak sengaja teringat peristiwa kemarin dan perhatianku tertuju ke arah dadanya untuk beberapa saat dan segera mengalihkan pandanganku darinya..

“Ohayou, Mamiya..”

Akan sangat tidak sopan jika aku tidak membalas sapaanya, tetapi karena aku lelah, aku tanpa sadar menjawabnya dengan dingin dan memberi jawaban yang singkat.

Aku tidak tahu apa yang lucu tentang itu, tetapi Mamiya tersenyum padaku dan duduk di bangku nya dengan tenang.

Caranya berperilaku begitu menawan, sehingga mustahil untuk memikirkan sisi backstreet yang telah aku lihat kemarin.

Aku bertanya-tanya apakah aku sedang bermimpi, karena aku tidak merasakan hal yang aneh dari Mamiya-san hari ini, sungguh berbeda dengan Mamiya yang aku lihat kemarin.

Aku ingin berpikir seperti itu, namun, informasi kontak Mamiya masih tersimpan di ponselku, begitu juga dengan foto itu.

Jika itu bukan mimpi, maka aku harus berhati-hati mulai sekarang.

Saat aku berulang kali berkata pada diriku sendiri, "Aku akan baik-baik saja," tak lama setelah itu ponselku bergetar karena sebuah notifikasi.

Nama Mamiya ditampilkan di bagian atas layar ponselku.

Ketika aku melihat kontak itu, bahuku melompat kaget karena itu dan setelah memastikan tidak ada orang di sekitar yang memperhatikan, aku menyembunyikan ponselku di bawah meja dan membuka layar percakapan.

"Apakah kamu bebas sepulang sekolah hari ini?"

Satu kata seperti itu telah tiba.

Aku tidak bisa melihat rencana licik seperti apa yang sedang ia rencanakan padaku sekarang, dan yang kudapatkan hanyalah senyum ramah darinya.

Aku tidak tahu, akan mudah untuk mengatakan tidak, tetapi karena Mamiya memegang kelemahanku sekarang, aku tidak berpikir membuatnya marah saat ini adalah pilihan yang baik.

Untungnya, aku tidak punya rencana apa-apa sepulang sekolah, tetapi aku ragu untuk membalasnya sekarang, jadi aku akan berpikir sejenak sebelum membalas pesan itu.

Aku tidak tahu apa yang sedang Mamiya coba lakukan.

Fakta bahwa itu ditentukan "sepulang sekolah" memperjelas bahwa ada sesuatu yang sedang ia rencanakan padaku, tetapi tidak jelas apa yang sedang ia coba lakukan dengan memanggilku seperti ini.

Saat aku merenungkan ini, aku menerima pesan tambahan darinya.

“Jika kamu tidak datang kepadaku sepulang sekolah, aku akan menyebarkan gambar itu ke mana-mana, jadi bersiaplah untuk itu.”

Bagaimana bisa jadi seperti ini?

Murid teladan? Siapa itu? Yang ku tahu dia hanyalah iblis.

Selama ia memiliki gambar itu, aku tidak punya pilihan selain tunduk kepadanya.

Bahkan jika aku melapor polisi. Aku tidak berpikir aku bisa menang melawan Mamiya.

Jika mereka melakukan tes DNA pada seragamnya, aku yakin mereka dapat dengan mudah mendeteksi sidik jariku pada pakaiannya, dan jika itu yang terjadi maka itu hanya akan menjadi bumerang bagiku.

“Ha~"

Aku tidak punya pilihan selain membalasnya dengan singkat “Aku mengerti.” dan menghela nafas setelah itu.

“Ada apa, Aisaka-kun? Jika kamu terus menghela napas sepanjang waktu seperti itu, kebahagiaanmu akan hilang, lho”

Mamiya yang mengabaikan kekhawatiranku, memanggilku seakan-akan dia mengkhawatirkanku.

Aku yakin Mamiya tahu betul tentang hal ini, dan sengaja mengabaikanku saat ini, ekspresi Mamiya yang tampak khawatir saat ini memiliki emosi yang sama dengan kata-kata itu, namun mata cokelatnya memiliki niat tersembunyi yang tidak bisa disembunyikan dengan baik.

Dia terlalu pandai menyembunyikan sifat aslinya berkat penampilan nya yang imut.

Dia bukan murid teladan lagi bagiku sekarang.

“Aku tidak enak badan. Aku lelah..”

"Aku mengerti. Apakah kamu sudah beristirahat dengan benar semalam ketika kamu sampai di rumah?”

“Entahlah, aku merasa tidak bersemangat hari ini.”

Aku tidak memiliki kekuatan untuk memberinya jawaban yang serius, tetapi ekspresi Mamiya masih sama seperti sebelumnya seolah-olah dia benar-benar mengkhawatirkanku sehingga perasaan ku jadi sangat campur aduk.

Ini benar-benar dapat menghancurkan hati seorang pria…..

Tak lama setelah kelas pagi selesai, tiba waktunya untuk makan siang, waktu makan siang adalah favoritku.

Natsu tampaknya pergi makan siang dengan pacarnya di taman dan aku tidak memiliki keluhan tentang itu, selain itu aku juga sudah terbiasa makan sendirian seperti ini dengan siswa lainnya di kelas.

Di sisi lain, Mamiya yang baru saja selesai dengan makan siang nya, sedang mempersiapkan diri untuk kelas berikutnya.

Setelah menghabiskan makan siang yang telah disiapkan ibuku untukku, aku mulai menjalankan sebuah game di ponselku dan menonton pertempuran yang sedang berlangsung secara auto-pilot di untuk menenangkan pikiranku sejenak.

Aku bertanya-tanya hal buruk apa yang akan aku hadapi sepulang sekolah.

"Haaaa~..."

Aku menghela napas tanpa sadar dan menenangkan diri sambil membiarkan diriku menerima keadaan ini, dan bunyi dentingan terdengar di dekatku.

Aku melihat pena Mamiya menggelinding di bawah kursiku.

“Maaf, Mamiya. Aku sedang melihat ke arah lain dan tidak sengaja menabrak mejamu.......”

“Tidak apa-apa Utsumi-san, apakah kamu baik baik saja?”

“Aku tidak apa apa.....”

Rupanya, seorang anak laki-laki menabrak tempat duduk Mamiya.

Utsumi meminta maaf dan melihat sekeliling ke lantai, saat Mamiya mengikutinya, ia menyadari bahwa ponsel seseorang telah jatuh di bawah meja.

Utsumi juga melihat ponsel itu, tapi Mamiya mengambilnya lebih dulu.

“Apakah ini milikmu?”

Mamiya bertanya dengan sopan dan Utsumi menganggukkan kepalanya berulang kali sebagai jawaban.

Dia tampak sedang terburu-buru dan Mamiya segera menyerahkan ponselnya kepada Utsumi.

Utsumi dengan cepat memeriksa layar ponselnya, menghela nafas lega, dan berkata,

“Terima kasih banyak.”

Setelah berterima kasih kepadanya, ia bergegas pergi tak lama setelah itu.

Dia mungkin merasa malu karena perhatian kelas yang tertuju padanya, danentah bagaimana aku merasa seperti bisa mengerti perasaannya.. dan aku tahu persis bagaimana rasanya.

Saat aku mengambil pena Mamiya yang tergeletak di bawah kursiku tak lama pintu kelas terbuka setelah itu.

Pria tinggi besar yang merupakan wali kelas dan penasihat siswa, datang dan memanggil Mamiya tak lama setelah itu.

“Apakah Mamiya ada...?"

Guru itu datang memegang setumpuk kertas yang tampak seperti gunung di tangannya, dan segera meletakkannya di podium dan mengalihkan pandangannya ke arah Mamiya.

“Ada apa sensei?”

"Aku butuh seseorang untuk membantuku membawa materi ini untuk kelas berikutnya. Dapatkah kamu melakukannya?”

“Aku mengerti.”

“Akan lebih bagus lagi jika kamu bisa meminta satu orang lagi untuk membantuku. "

Hmmm, guru besar itu mulai melihat sekeliling kelas. Tetapi tepat sebelum guru besar itu hendak mengatakan sesuatu.

"...Aisaka-kun, jika kamu tidak keberatan, bisakah kamu membantuku?"

Mamiya membuka mulutnya segera dan meminta bantuanku dengan ekspresi serius di wajahnya.

Aku tahu dia memang meminta bantuanku, tetapi selama aku masih memiliki ingatan itu di benakku, aku tidak yakin bisa memperlakukannya sama seperti dulu lagi.

"Oke, aku akan membantumu.”

"Terima kasih."

Walau Mamiya mengucapkan terima kasih padaku dengan tulus, itu belum cukup untuk mengobati ketakutanku yang tidak berdasar kepadanya. Aku memasukan ponselku ke dalam saku dan mulai memilah jumlah kertas yang bisa kubawa dan mengangkatnya dengan kedua tanganku.

"Aisaka-kun, tidakkah itu terlalu banyak?"

“Tidak masalah.”

“Tapi...”

“Aku akan baik-baik saja.”

Lenganku mungkin sedikit gemetar saat aku memegangnya, tapi aku yakin aku bisa membawanya sampai ke kelas berikutnya.

Selain itu, aku tidak ingin mempersulit Mamiya dengan membawa beban lebih banyak dariku, dan yang terpenting dari itu, reaksi dari orang-orang sekitarku bahkan jauh lebih menakutkan dari itu.

Saat guru besar memandang kami dengan ekspresi senang diwajahnya, Mamiya dengan enggan menyerahkan sekitar setengah tumpukan kertas yang tersisa kepadaku, dan guru itu kembali membuka mulutnya dan berkata pada kami dengan ekspresi puas diwajahnya.

"Aku akan mengandalkannya pada kalian berdua.”

"Baik sensei."

Setelah menjawab, kami keluar dari kelas dan memutuskan untuk membantu guru itu.

Diam diam aku mengikuti Mamiya dari belakang dan berkonsentrasi pada tumpukan kertas yang kubawa, untuk mengalihkan perhatianku dari perhatian yang menghujaniku saat aku berjalan menyusuri koridor bersama Mamiya.

Tapi ini adalah jumlah yang sangat banyak. Aku bisa mengerti mengapa guru besar itu mengandalkan kita. Tapi tidakkah kamu melihat otot pria itu? Fisiknya sudah setara dengan pegulat profesional, bahkan melalui kemejanya, aku bisa melihat betapa tegas otot-ototnya dengan fisik yang sama mengesankannya.

"Aku minta maaf karena merepotkanmu. Terimakasih sudah membantuku. Aisaka-kun”

Tiba-tiba, Mamiya meminta maaf padaku.

“Kamu tidak bermaksud jahat, kan?”

“Ya, tapi… ini berbeda. Aku berada dalam situasi di mana aku tidak bisa menolak.”

“Aku juga tidak keberatan, selain itu aku juga ingin berolahraga sedikit setelah makan siang.”

Aku tidak ingin Mamiya merasa bersalah. Namun, mata Mamiya membelalak kaget tak lama setelah itu.

“Apa yang lucu?”

“Tidak... Aku hanya merasa kamu sangat baik hati."

Aku yakin Mamiya tahu aku berbohong padanya.

Hanya dengan mengetahui kehidupanku yang biasa, akan mudah untuk mengetahui bahwa aku bukanlah seseorang yang akan berpikir seperti itu.

Mengingat apa yang terjadi kemarin. Aku ingin menjaga jarak dari Mamiya sebanyak mungkin jika bisa, tapi jika dia meminta bantuan secara langsung padaku seperti itu disekolah, rasanya salah jika menolak.

Seolah kelemahanku terungkap, punggungku entah kenapa terasa gatal.

Aku hanya ingin membuat segalanya menjadi sedikit lebih baik dengan membantunya, tetapi aku yakin itu akan mengungkap kelemahanku lebih banyak.

"Asal kamu tahu, orang yang benar-benar baik akan mengajukan diri bahkan sebelum kamu mengatakan sesuatu untuk meminta tolong."

"Itu benar."

Meskipun aku sendiri yang mengatakannya, namun agak kurang halus untuk diterima secara terus terang.

"Meskipun kamu mengatakan itu, aku benar-benar berpikir bahwa kamu memang baik."

Mamiya menggumamkan sesuatu seperti itu padaku sambil tersenyum malu.

Aku kira percakapan sudah selesai sekarang dan sedang merilekskan pikiranku sejenak, tetapi gumaman Mamiya seperti itu mencapai telingaku secara tiba-tiba dan menggangguku.

Sungguh tidak adil jika orang yang mengancamku kemarin tiba-tiba menjadi begitu imut seperti ini dan memujiku karena baik.

Bagaimanapun, itu adalah sesuatu yang diminta untuk aku lakukan. Bahkan jika seandainya itu bukan aku, aku yakin orang lain akan dengan senang hati melakukannya jika itu yang diperlukan.

Setidaknya itu adalah pilihan yang tidak melibatkan sedikitpun kebaikan.

"...Berhenti bercanda denganku."

“Aku tidak bercanda, aku sungguh-sungguh.”

"...... Itu bahkan lebih buruk."

“Aku hanya memberimu pujian.”

"Kalau begitu berhentilah mengerucutkan bibirmu seperti itu.”

Melihat reaksiku saat ini seharusnya cukup menyenangkan hatinya.

“Aku akan berhenti di situ, kalau begitu.”

“Yah, terserahlah.”

Karena Mamiya sudah mengambil keputusan, tidak ada gunanya bagi ku untuk mengatakan apa-apa lagi.

Sepulang sekolah.

Karena kegiatan klub sudah selesai dan semua orang tampaknya sudah pulang ke rumah, tidak ada orang lain di dalam kelas saat ini selain Mamiya dan aku.

"Baiklah. aku pikir ini sudah waktunya.”

Mamiya, yang sedang mengerjakan PRnya di kelas tiba-tiba mengubah nada suaranya dan bergumam.

Setelah memasukkan bukunya ke dalam tasnya, Mamiya merentangkan kedua tangannya lebar-lebar dan meregangkan punggungnya sehingga menekankan ukuran pay*d*ranya yang menonjol dari dalam seragamnya.

Melihatnya begitu cuek seperti itu, aku bahkan tidak tahu harus berbuat apa untuk memperingatkannya.

"Ada apa? Melihat pay*d*raku seperti itu."

"Demi Tuhan, belajarlah untuk merasa malu sedikit, aku bahkan tidak melihatnya sedikitpun.”

“Aku sudah terbiasa karena aku selalu merasakan tatapan orang lain pada ku setiap hari. Selain itu, kamu terlalu mudah untuk dirayu, bukan? aku merasa bersalah untuk menggodamu sekarang, karena Aisaka-kun begitu baru dalam hal ini.”

Katanya dengan senyum acuh tak acuh.

Bukankah gadis normal akan malu-malu dalam situasi seperti ini jika seseorang melihat tubuhnya, tapi mengapa Mamiya tidak? Dan mengapa malah aku yang malu?

“Jadi, apa yang kau ingin aku lakukan hari ini?”

"Ada apa dengan cara bicara itu, kau punya sedikit keberanian juga ya."

“Itu hanya imajinasimu.”

“Baiklah, mari kita lanjutkan apa yang terjadi kemarin. Aku ingin mengunggah foto-foto yang aku ambil kemarin, tetapi aku tidak mengambilnya dengan baik."

Aku rasa dia tidak bisa mengambil gambar kemarin karena aku tidak sengajanya bertemu dengannya saat itu, tetapi aku jelas tidak akan meminta maaf untuk itu.

“Jadi, aku butuh bantuanmu sedikit.”

"Bantuan?"

"Sangat sulit untuk mengambil gambar sendiri, jadi aku ingin kamu mengambil gambar dari sudut yang belum pernah aku ambil sebelumnya."

"Aku? Mengambil foto yang kamu unggah?"

"Ya, benar. Jika kamu memiliki masalah dengan itu, coba tebak apa yang akan aku lakukan padamu setelah itu.”

“Apakah kamu iblis?”

“Aku cuma gadis SMA biasa.”

Yang benar saja, apakah aku akan menjadi orang yang mengambil gambar itu? Dilihat dari penampilannya kemarin, menurutku mereka sedikit nakal.

Apakah kamu yakin kamu baik-baik saja dengan aku mengambil yang fotomu?

Jika aku mengambilnya, kamu tidak akan menambah ancamanmu, kan!?

"Mari kita bicarakan dulu, aku tidak akan mengeluh tentangmu setelah mengambil foto. Lagipula, aku yang memintamu."

"Jika kamu pikir aku akan mempercayaimu setelah ancaman yang kamu buat kemarin, maka lebih baik aku pergi ke rumah sakit saja, departement otak."

"Itu keterlaluan. Tetapi hanya itu yang bisa kulakukan membuatmu percaya, bukan? Lagipula, kamu tidak akan lolos dari hal ini, jadi waspadalah terhadap hal ini."

"Itu jelas bukan sesuatu yang biasanya akan Mamiya katakan di sekolah."

Tidak, tunggu. "Waspadalah?" Apa maksudmu? Tidak banyak kesempatan untuk mendengar hal ini dari Mamiya dalam percakapan sehari-hari.

Kalau dipikir-pikir dengan hati-hati, toh apa boleh buat, lagipula tidak mungkin Mamiya akan membiarkanku lolos begitu saja, hanya saja sedih rasanya jika harus mengakuinya begitu saja.

“Aku mengerti, jadi, foto seperti apa yang akan kamu ambil?”

"Baiklah.... aku akan duduk di atas meja dan aku ingin kamu memotretku dari bawah dengan sudut miring."

"Bukankah itu akan memperlihatkan cel*na da*am mu?”

"Itulah yang kuinginkan."

“Kamu seorang pelacur.”

“Tidak, tidak. Ini adalah situasi yang menguntungkan satu sama lain, bukan? Aku yakin semua orang akan sangat senang bisa melihat bagian tubuh JK yang semok sebanyak yang kamu suka, bukan?”

“Haruskah kita berbicara sekali tentang persepsimu tentangku?"

Pipiku sedikit berkedut saat aku mengirim tatapan sinis kepadanya, tetapi Mamiya tidak bereaksi apa setelah ittu. Jika aku menganggukkan kepalaku saat ini, aku merasa seperti akan diejek olehnya seperti "Hei~ Aisaka-kun sangat ecchi~".

Lebih dari itu, aku tidak mengerti mengapa dia begitu ngotot untuk menyuruhku mengambil gambar dari sudut di mana aku bisa melihat celananya secara jelas.

Aku rasa itu tidak wajar, dan pekerjaan ini mungkin akan lebih cocok untuk seorang homoseksual atau minimal seorang pacar untuk melakukannya.

Dari sudut pandang anak SMA yang sehat, tentu saja hal ini akan menjadi hal yang sangat menyenangkan. Tapi aku punya seleraku sendiri atau situasiku sendiri.

Aku pikir itu jauh lebih menggairahkan untuk melihat pay*d*ra seorang gadis secara sekilas, atau memamerkannya saat sedang malu-malu, daripada mengungkapkannya secara terbuka kepada orang lain.....

Aku tidak sedang berbicara tentang seksualitasku. Tetapi pendapatku secara umum.

“Yah, tidak ada gunanya mengkhawatirkannya, mari kita mulai.”

Mamiya memecah keheningan dan berdiri dari kursinya dan melepas jaketnya dan duduk diatas meja sambil memeluk lutut kanannya dan merentangkan kaki kirinya untuk menonjolkan kakinya yang ramping dan panjang.

Kedua kakinya yang terbungkus stocking hitam.

Untuk menangkap keindahan kakinya yang mulus, mau tak mau aku harus mengikutinya dari atas sampai ke ujung.

Pandanganku beralih ke lutut, lalu ke paha, dan kemudian ke tempat gelap yang tersembunyi di balik celah roknya yang terlihat.

Aku terguncang oleh sudut pandang kriminal dari pikiranku sejenak, tetapi disisi lain, bagian belakang kepalaku entah bagaimana terasa tenang.

Lagipula aku melakukan ini karena diancam, dan itu bukan salahku.

“Gunakan saja ponselku. Kameranya lebih bagus daripada kameramu, Aisaka-kun.”

“Apakah kamu benar-benar akan melakukannya?”

"Tentu saja, jika tidak, aku tidak akan bisa mengunggah gambar jika aku tidak mengambilnya sekarang. Jadi cukup curahkan hatimu kedalamnya dan kamu akan baik baik saja, ayok lakukan semuanya sekaligus.”

"Baiklah. Jangan mengeluh nanti jika pantat gemukmu terlihat."

"Tidak akan, Omong-omong, warnanya biru muda dan ada pita kecil yang lucu di bagian depannya."

"Tolong jangan menambahkan informasi yang berlebihan seperti itu, itu menggangguku”
"Bukankah akan menyenangkan untuk melihatnya-"

Aku tidak tahu apakah kepala ku kacau atau gimana...

Setidaknya aku cukup yakin Mamiya tidak memandangku sebagai laki-laki, atau lebih tepatnya tidak diperlakukan seperti itu.

Mamiya mengangkat sudut mulutnya dan tersenyum lembut kepadaku saat aku mengarahkan kamera ponselnya, dan mulai menarik napas dalam-dalam dan mengeluarkannya sebelum benar-benar memotretnya.

"Kalau begitu, aku akan mengambil gambar sekarang."

Bagian dalam tubuhku tegang saat aku menggerakkan kamera ke arah Mamiya, sementara ia menganggukkan kepalanya dengan 'mmm' tanpa perlawanan.

Mamiya sang subjek foto tampak percaya diri, dan tidak terlihat gugup sama sekali saat aku melihat Mamiya melalui kamera ponselnya.

Setidaknya aku berharap kamu bisa memberiku sedikit kepercayaan diri itu padaku sekarang.

“Kamu tidak akan mengambil gambar?”

"Ah, tunggu dulu, ada persiapan yang harus dilakukan.”

"Apakah itu bersifat psikologis?"

“Jika kamu sudah tahu, beri aku waktu sebentar."

“Tidak, aku tidak suka menunggu.”

Sungguh wanita yang suka berubah-ubah... ada apa dengan cara bicara yang berubah ubah itu?

Aku menghela napas dalam-dalam dan menempatkan sosok Mamiya dalam bidikan kameraku.

“Aku lupa menyebutkan ini, tolong jangan terlalu sorot wajahku nanti oke? Itu akan mengungkapkan identitasku.”

"Kalau begitu, kamu seharusnya berhenti melakukannya dengan seragammu sekarang."

“Pertama, branding JK itu penting. Kedua, ini adalah foto erotis gadis sekolah menengah, jadi wajar saja."

"Banyak sekali permintaan....."

Aku tidak dapat memproses apa yang baru saja Mamiya katakan untuk sesaat, dan perasaanku agak bercampur aduk saat ini, saat aku sedang mencoba memenuhi permintaannya untuk memindahkan kamera ke bawah untuk menghindari menunjukkan wajahnya dan memusatkannya di sekitar roknya.

Rok yang mengikuti lekukan kaki, cukup pendek untuk tipikal gadis SMA.

Sambil memeluk lutut kaki kanannya, Mamiya menarik roknya dengan ujung jarinya, dan membuatnya terasa lebih pendek, dan jari-jari kakinya yang terbungkus stocking hitam meringkuk seperti cakar kucing.

Pemandangan itu begitu membara sehingga aku tidak bisa menahan suhu tubuhku yang perlahan mulai naik pada pemandangan yang membangkitkan hasratku yang tak tertahankan ini.

Aku juga laki-laki, jadi jika aku melihat sesuatu, sulit untuk menahan keinginan ku untuk melihatnya.

Apalagi jika itu adalah Mamiya, seorang gadis yang biasanya adalah siswa teladan dan tidak memilki kekurangan sedikitpun dari penampilannya saat ini. Dampaknya begitu kuat sampai aku sudah tidak bisa mempertahankan rasionalitasku saat ini.

"Oh, kamu bisa melihatku sekarang.

"...... Aku tidak melihatnya."

“Pembohong. Kamu tidak perlu menyembunyikannya. Katakan padaku bagaimana perasaanmu ketika kamu melihat pantat gemuk seorang gadis untuk pertama kalinya dalam hidupmu?”

“Aku ingin pulang sekarang.”

“Kalau begitu, cepatlah dan foto aku sekarang"

Aku menghela napas pelan dan mengatur kembali pikiranku dan membuat penyesuaian pada kamera.

Setelah memastikan bahwa lekukan kakinya dan bagian bawahnya yang gemuk ada dalam bidikan, aku menekan rana.

Dengan sekali klik, perasaan kalah menyerbu otakku.

“Pertahankan kerja bagusmu dan ambil beberapa gambar lagi.

“Aku tahu…”

“Aku akan mengubah poseku sekarang.”

Aku mengangguk-angguk mendengar instruksinya yang sepihak.

Untuk memperlihatkan lebih banyak cel*na da*amnya, dia duduk dengan kaki terentang ke kiri dan ke kanan sehingga celananya lebih terlihat jelas dari sebelumnya.

Dalam bayangan rok yang terbentang, entah bagaimana ekspresi Mamiya tenang.

Di sisi lain, aku tidak begitu senang tentang itu.

Tidak peduli apa yang aku lakukan, aku harus melihatnya untuk mengambil gambar, dan penampilan erotis Mamiya terukir dalam benakku.

Aku tidak berpikir orang yang ada disama adalah orang yang sama dengan Yuu Mamiya yang kukenal.

Kesenjangan antara keduanya membuatku bingung, tapi aku tidak bisa berpaling dari godaan manis itu.

"Mamiya, apakah kamu tidak takut bahwa aku mungkin akan menyebarkan gambar ini ke mana-mana?"

“Hah? Jika kamu melakukan itu, aku tentu tidak akan tinggal diam dan menyebar foto mu juga, bukan? Aku percaya kamu tidak akan melakukan itu, karena tidak ada gunanya juga."

Itu benar.

Jika Mamiya terus melanjutkan langkahnya, hanya aku yang akan menjadi satu-satunya yang menderita. Tak peduli apa yang aku lakukan, aku tidak akan sanggup melawannya, jadi dia mencoba menunjukkan kepadaku bahwa aku memiliki keuntungan dengan menjaga rahasia juga dan itulah mengapa dia terlihat seperti itu.

Aku tidak bisa mengungkapkannya dengan baik, tetapi itu sangat membuatku frustrasi.

Aku menekan rana saat gerakan Mamiya terhenti dan mengambil beberapa gambar lagi Mamiya mengubah posenya.

Aku bertanya-tanya apakah seperti ini para biksu dalam pelatihan......

"Bisakah kamu tunjukkan padaku foto-foto yang kamu ambil sekali?"

"Jangan berharap aku melakukan pekerjaan dengan baik.”

“Jika tidak bagus, aku akan memberi tahu semua orang.”

"Sudah terlambat untuk itu, bukan? Sudah terlambat!"

"Shh, jangan berisik, nanti seseorang mendengarnya.”

Oh, sial.

Mamiya menempelkan jari telunjuknya pada bibirku dan menutupnya.

Itu sangat alami sehingga aku menutup mulutku dan membeku sesuai perintahnya.

“Damedayo, lagipula ini adalah rahasia antara aku dan Aisaka-kun."

Mamiya menelusuri garis bibir bawahnya dengan jari telunjuknya dan mengedipkan mata padaku.

Matahari yang bersinar terik dari luar, pada saat yang sama mewarnai pipinya yang memerah dengan warna merah terang, membuat suasana disekitarnya tampak tenang sehingga itu dapat menjadi sebuah gambar yang bagus jika saja aku memotretnya sekarang.

Aku tertangkap oleh tatapannya, dan merasa terengah-engah, pada saat yang sama tanpa kusadari Mamiya baru saja selesai memeriksa foto-foto yang baru saja aku ambil dan bergumam puas dengan senyum diwajahnya.

“Hei, Aisaka-kun, aku pikir harus ada harga untuk menghargai atas kerja keras mu.” katanya tiba-tiba.

Sebelum aku dapat memikirkan apa yang dia maksud, Mamiya meraih ujung roknya dengan kedua tangannya dan perlahan-lahan mengangkatnya.

“Hah?”

Sepasang pakaian dalam berwarna biru muda, meledak ke dalam pandanganku. Karena tidak ada yang mencegahku untuk melihatnya, alur pikiranku menjadi kacau memikirkan situasi yang tidak biasa dan tidak realistis dari seorang gadis yang menunjukkan pakaian dalamnya kepadaku sehingga aku bisa melihatnya dengan jelas.

"Anak laki-laki menyukai hal semacam ini, bukan?"

“Kamu harus berhenti menggodaku.”

Aku memalingkan muka untuk menyembunyikan wajahku yang panas dan tawa lembut keluar dari mulut Mamiya.

“Apakah kamu tidak ingin menyerangku?”

Mamiya berbisik, seolah-olah dirangsang oleh hasrat.

Jantungku berdebar kencang. Tiba-tiba, aku merasakan gejala pertama pusing dan tanpa sadar aku menarik napas perlahan untuk mengatur napas, lalu.

“Bagaimana mungkin…”

"Kenapa tidak? Apakah kamu yakin tidak ingin melihatnya lebih banyak? Itu dimaksudkan sebagai hadiah untuk Aisaka-kun."

“Kamu sudah gila.”

“Tapi kamu sedang menontonnya sekarang.”

“Ugh.”

Teori untuk berpikir positif tidak bekerja padaku, aku mencoba untuk tidak melihatnya, tapi aku tetap melihatnya tidak peduli bagaimana apa yang kuinginkan. Di samping itu, Mamiya-lah yang membuat ku untuk melihatnya.

"Oh, aku mengerti. Apakah kamu mengatakan bahwa kamu ingin menyentuhnya?"

“Tidak.”

"Tertulis di seluruh wajahmu bahwa kamu ingin menyentuhnya, melihatnya lebih banyak, melepasnya dari kakiku, dan mencium bau hangat stockingku."

"Apakah kamu menyadari betapa mengerikannya hal yang telah kamu katakan?"

“Mau gimana lagi, karena kamu laki-laki. Jika itu yang kamu inginkan.... Aku sedikit malu, tapi aku akan senang melakukannya untukmu.”

"Apakah kamu tidak punya rasa malu? itu tidak akan baik jika kamu terus begini."

Aku mundur tiga langkah dan berkata dengan wajah tegas, tetapi yang kudapatkan kembali adalah Mamiya tertawa sambil memegangi perutnya.

“Ahahaha, kamu terlalu panik, aku tahu kamu tidak punya nyali untuk melakukan itu.”

Itu benar, tetapi itu menjengkelkan.
Saat aku berdiri di sana tanpa perlawanan untuk menjawabnya, tak lama setelah itu ponsel di saku celanaku bergetar.

“Itu bonus dariku. Itu akan membuatmu jauh lebih baik nanti."

Aku punya firasat yang kuat bahwa apa yang dikirim itu tidak mungkin sesuatu yang serius, dan menemukan bahwa salah satu gambar yang aku ambil hari ini telah dikirim kepadaku.

Salah satu tangannya menangkupkan roknya dan pahanya yang lembut serta pantatnya yang gemuk dari cela*a *alam biru mudanya terlihat jelas di gambar.

Itu adalah gambar terbaik yang pernah aku ambil, meskipun aku tidak bermaksud demikian, tetapi aku pikir itu adalah gambar terbaik yang pernah aku ambil.

“......Apa yang kamu ingin aku lakukan dengan itu?”

“Mengapa kamu tidak menggunakannya sebagai lauk untuk malam hari?"

'Itu pertimbangan yang tidak berguna....... Aku benar-benar tidak membutuhkannya.”

Aku membalas pesan itu dengan kecewa dan menutup layar obrolan.

“Kamu tidak jujur, kamu seharusnya bahagia.”

"Anak laki-laki SMA juga memiliki hati yang sangat lembut."

Bagaimanapun juga, pemotretan pertama dengan Mamiya berakhir dengan cara yang tampaknya lancar dengan mengorbankan mentalku.





“Aku pulang.”

"Selamat datang kembali, Akito."

Orang yang menyambutku pulang adalah kakak perempuanku, Momiji, yang telah bekerja selama dua tahun, sebagai adiknya dia adalah orang yang tampak muda, tetapi sebenarnya ia adalah seorang pecandu alkohol… padahal profesinya adalah seorang perawat.

Aku rasa dia pasti dijadwalkan untuk shift awal hari ini, karena dia menyandarkan punggungnya di sofa dan menyeruput sekaleng rikkyu.

Menurutku, bagus jika aku bisa menenggelamkan semua kesedihanku dalam alkohol, karena aku tahu betapa sulitnya baginya mengeluh tentang tempat kerjanya dari waktu ke waktu. Tentu saja, minum terlalu banyak itu buruk.

“Di mana ibu?”

“Bekerja, dia bilang dia membuat tahu ma po malam ini, jadi kamu bisa memakannya."

Ngomong-ngomong, ibuku juga seorang perawat dan Ayahku adalah seorang polisi. Walau kami kadang kadang menghabiskan beberapa waktu di rumah, tetapi aku pikir hubungan keluargaku tidak terlalu buruk.

“Jadi, apakah ada sesuatu terjadi dengan kakak hari ini?”

Sesuatu telah terjadi, aku pikir.

Setiap kali kakak aku minum pada jam ini, kemungkinan besar karena sesuatu telah terjadi di tempat kerja.

Saat aku bertanya dengan asumsi ini dalam pikiraku, kakak perempuanku menuangkan kaleng anggur dan meminumnya dengan tenang sampai tetes terakhir sebelum meletakkan kaleng kosong di atas meja.

“Betul sekali! Aku sangat marah sekarang, bajingan tua itu menyentuh pantatku dan berkata, "Pantatmu sangat keras untuk gadis muda seperti itu!” Aku baru 24 tahun! Dan jangan sentuh pantat ku tanpa izinku, dasar orang tua sialan!"

Sambil terengah-engah, kakak perempuanku terengah-engah dan berteriak lagi “Aku butuh lebih banyak bir!” dan memintaku untuk mengambilkan bir untuknya. Aku tidak melanggar perintahnya dan mengambil sekaleng bir dari lemari es dan menyerahkannya kepadanya dan berkata,

“Jangan minum terlalu banyak, oke? Kamu akan menghancurkan tubuhmu.”

“Jika tubuhku bisa rusak pada tingkat ini, aku pasti sudah mati karena stres sekarang!”

Kakakku membuka tutup kaleng bir dan menuangkannya ke tenggorokannya dengan penuh semangat, dia secara bersamaan meletakkan kaleng itu di atas meja dan mengalihkan pandangannya ke arahku.

“Dan bagaimana denganmu, Akito? Apakah kamu bersenang-senang di sekolah?"

“Biasa saja.”

Dia menatapku dengan tatapan tajam di wajahnya.

“Itu dingin. Kamu mungkin harus memiliki satu atau dua pacar, tapi itu tidak akan berhasil…. NTR…. tidak. Ini bukan jalan cerita yang bagus.”

"Pacar? Bagaimana aku bisa punya pacar?

Suaranya begitu dingin, bahkan aku sendiri terkejut.

“Apakah kamu masih berpikir bahwa itu adalah ide yang buruk.”

“Aku merasa lebih baik daripada sebelumnya, tetapi aku tidak ingin diingatkan akan hal itu.”

Ini karena insiden yang terjadi dua tahun lalu saat aku masih duduk di bangku SMP.

Saat aku kelas 2 SMP, seorang gadis menyatakan perasaannya padaku.

Gadis itu adalah teman sekelas yang memberi kesan mencolok, atau secara halus, suka bermain-main. Meskipun dia tidak mewarnai rambutnya, dia selalu bergaul dengan beberapa gadis di sekolah..

Dia adalah gadis yang populer di kelas, dan teratas dari kasta sekolah. Jadi dia bukanlah seseorang yang bisa diajak berhubungan dengan pria pemalu sepertiku, seharusnya begitu.

Tapi ketika gadis itu memanggilku tiba-tiba dan mengatakan bahwa dia menyukaiku, aku sangat bersemangat saat itu. Aku mencoba memberikan jawaban tanpa menyadari apa yang ada di balik kata-kata itu, aku langsung terjatuh ke bawah seperti meja yang telah dibalikan.

“Bahkan dalam permainan hukuman, mengaku pada seseorang seperti Aisaka, itu tidak mungkin!”

Saat aku mendengar ini, pikiranku menjadi kosong, sehingga aku lari sambil menangis, tidak tahan betapa dinginnya teman-temanku telah mengawasiku sejak awal.

Setelah kejadian itu, aku mulai tidak mempercayai wanita di luar keluargaku, dan meskipun ada beberapa peningkatan sejak aku masuk SMA, tetapi masih belum cukup mengobati sampai ke akar masalahnya.

Aku terkejut dengan tindakan Mamiya, tetapi tindakan itu dapat dibenarkan oleh fakta bahwa dia mencoba untuk menjaga rahasia denganku. Hanya dengan melihat kehidupan sehari-harinya, aku bisa melihat bahwa tidak ada keuntungan yang bisa diperoleh dengan Mamiya berbohong, tetapi aku juga tidak bisa mempercayainya sepenuhnya.

Sudah menjadi kebiasaan bagiku untuk selalu curiga pada orang lain.

'Yah, kurasa aku tidak bisa. Bagaimana denganmu kak?”

“Apa yang ingin kamu katakan?"

Tatapan matanya sangat tajam.

Jika aku mengatakan hal yang salah saat ini, aku akan dipenggal, bukan berarti kakakku benar-benar akan memenggalku, tetapi aku mengalihkan pandanganku untuk menghindari masalah.

Suasana sedikit mereda, saat kakak ku menghela nafas sedikit.

“Jika itu aku, aku tidak akan meninggalkan pria seperti Aki sendirian. Kamu tidak pandai menilai orang lain, kan?”

Aku tidak tahu harus berkata apa tentang itu.

“Lebih dari itu. Aku bosan hanya minum-minum, jadi cepat buatkan sesuatu untukku."

"Bagaimana dengan sup mapo?"

“Ada di dalam perutku, masih ada sisa untuk Aki, jadi jangan khawatir.”

Sepertinya kakakku sudah makan duluan. Aku pikir alasan mengapa dia menyisakan beberapa untukku mungkin karena dia masih memiliki kewarasan yang tersisa dalam dirinya dan itu tidak mungkin untuknya jika dia dalam keadaan mabuk.

Pokoknya, mari kita periksa isi kulkas terlebih dahulu. Jika itu masalahnya, mungkin dashimaki tamago (telur gulung) tidak masalah.

“Tunggu sebentar.”

“Ya ya!”

Hanya pada saat-saat seperti inilah saku mendengar jawabannya dalam suasana hati yang baik. Aku berharap Akane akan belajar memasak sedikit saja daripada menggunakanku sebagai buruh sepanjang waktu

Aku kembali ke kamarku, mengganti seragamku, dan mulai memasak telur gulung.

◆ POV MAMIYA

Ketika aku kembali ke rumah, keheningan yang biasa menyambutku.

Aku dibesarkan oleh ayahku setelah orang tua ku bercerai beberapa tahun yang lalu, tetapi ayahku yang tersayang sering pergi untuk perjalanan bisnis. Oleh karena itu, jadi pada dasarnya aku satu-satunya yang ada di rumah.

Dia mungkin berhubungan dengan wanita baru saat dia pergi, tapi itu tidak masalah. Pilihan pasangan ayahku tidak ada hubungannya dengan keinginanku dan aku tidak perlu mengeluh karena dia membayar semua biaya hidupku.

Meski aku sudah terbiasa hidup sendiri, tapi aku sedikit merasa kesepian.

Seolah-olah hatiku dibebani dengan keheningan. Ini kemungkinan besar merupakan respons terhadap emosiku. tetapi aku merasa lega ketika aku melihat boneka hiu besar yang aku simpan di kamar aku.

“Hahaha ...... aku juga lelah hari ini."

Aku melepas sepatuku dan meregangkan punggungku sambil berjalan menyusuri lorong, melepaskan kelelahan hari ini dalam satu kata.

Tidak mudah memainkan peran siswa teladan.

Kenyataan bahwa aku telah menjadi begitu terbiasa dengan peran itu sehingga aku kurang menyadarinya sekarang, tetapi jika aku tidak berhati-hati, ada kemungkinan aku akan mengungkapkan diriku yang sebenarnya. Terutama baru-baru ini... sepulang sekolah, batasannya mungkin semakin longgar.

Mengambil foto yang agak berlebihan di sekolah untuk mengejar kegembiraan itu tidak masalah, tetapi itu adalah kesalahan untuk mengeksposnya kepada Aisaka-kun. Tapi sayangnya, meskipun aku kasihan padanya, aku berkali-kali mengancam Aisaka-kun, dia tampaknya adalah orang yang sangat baik hati dan dia sepertinya tidak akan menyebarkan rahasiaku.

Jika orang lain itu adalah seorang guru ...... kehidupan sekolahku mungkin akan berakhir.. Aku akan berhati-hati untuk tidak melakukannya lagi lain kali, sungguh.

“...... tapi mungkin ini yang terbaik."

Setelah mandi, aku duduk di sofa di ruang tamu dan menyalakan ponsel untuk menampilkan foto-foto yang aku ambil di sekolah.

Foto sensasional dengan sudut yang sedikit rendah dan menunjukkan kaki dan pakaian dalam. Seharusnya hal ini akan mendapatkan lebih banyak reaksi daripada yang aku dapatkan sejauh ini. Aku sering mendengar bahwa pria menyukai hal-hal fetishistik semacam ini.

Aku kira reaksi Aisaka akan sama. Atau lebih tepatnya, Aisaka-kun sangat baru dalam hal ini sehingga aku terlalu banyak menggodanya. Dia tidak memiliki toleransi terhadap perempuan, yang jarang terjadi di zaman sekarang ini.

Tapi Itulah hal yang menarik darinya.

“Yah aku telah memberinya waktu yang baik untuk itu, jadi aku rasa aku tidak punya apa-apa untuk dikeluhkan.”

Bahkan hari ini, aku menawarkan banyak hal untuknya hari ini, banyak juga foto yang kukirim kepadanya hari ini.

Apakah dia akan melakukan itu(Colai) di rumah dengan fotoku...... atau tidak? Jika ia memiliki niat itu, ia tidak akan malu-malu untuk melihat mereka selama pemotretan.

Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak menghela napas saat memikirkannya.

Aku memikirkannya begitu banyak hingga sebuah desahan keluar begitu saja.

"...... Sungguh, mengapa aku mulai melakukan hal semacam ini."

Sedikit rasa penyesalan masih melekat dalam pikiranku.

Untuk memuaskan minat dan kebutuhanku akan pengakuan orang lain yang tidak bisa kudapatkan di dunia nyata, aku mulai membuat akun anonim dan mulai memposting foto tubuh ku di sosmed,

Tubuhku, sejauh yang aku ketahui sangat feminin, dan pay***raku diberkahi dengan baik, jadi mudah untuk mendapatkan like jika aku mengambil gambar yang sedikit nakal. Aku tahu mereka melihat tubuhku, bukan aku, tapi meski begitu, itu masih memenuhi kebutuhanku akan pengakuan orang lain.

Rasanya sangat, sangat menyenangkan. Sejak itu, aku telah mengambil gambar di berbagai tempat untuk diposting di akun sosmed anonimku.

Alasan mengapa aku memutuskan untuk mengambil foto di sekolah adalah untuk menikmati sensasi dari kemungkinan terekspos oleh orang lain pada saat yang sama.

Sebenarnya, aku bukan tipe siswa teladan yang dikagumi semua orang.

Aku hanya seorang gadis SMA yang sedikit nakal yang memiliki keinginan yang kuat untuk mendapatkan pengakuan.

“Meskipun begitu.... Aisaka-kun, aku tidak mengerti bagaimana dirimu sebagai seorang pria sama sekali tidak bergerak padaku setelah aku menunjukkan diriku seperti itu. Apakah aku benar-benar tidak menarik?”



Anda mungkin menyukai postingan ini

Posting Komentar