Sebelum membaca, jangan lupa follow FP Instagram kami @getoknow_translation

Yuutousei no Ura no Kao Jitsuha Ura Aka Joshi datta Tonari no Seki no Bishoujo Vol 1 Chapter 6

34 min read


Terlepas dari apa yang terjadi akhir pekan saat aku pergi keluar dengan Mamiya.

Aku punya firasat bahwa hari ini akan menjadi hari yang paling melelahkan sepanjang kehidupan sekolahku, dan persis seperti yang diharapkan dari Natsu hari ini, ia langsung menghampiriku dengan senyum lebar di wajahnya.

“Hei, Akito. Ada apa dengan wajahmu pagi ini?”

"Haruskah aku memberitahumu dengan jelas bahwa kamu adalah penyebabnya?"

"Sejak kapan kamu menjadi dingin seperti ini? Kita sudah seperti sahabat bagai kepompong yang tidak dapat dipisahkan, kau tidak ingat?”

“Jangan bicara padaku seperti itu.”

Mengabaikan Natsu di sebelahku, Mamiya tampaknya sudah tiba di sekolah lebih awal dariku dan sedang membaca buku dengan tenang sekarang.

Mamiya mengalihkan pandangannya dari buku sejenak untuk melihatku sekali dan menarik perhatiannya kembali tak lama setelah itu dengan cepat seolah-olah menghindar dariku.

Aku bertanya-tanya apakah suasana hatinya masih buruk karena hari itu?

Aku tahu itu mungkin hanya imajinasiku saja, tapi itu bukan suatu kebetulan bahwa aku merasa ada sesuatu yang berubah tentang sikapnya belakangan ini yang tampak berbeda dari sebelumnya.

Tapi aku tidak menyangka itu akan sangat mengganggu Mamiya.

“Ohayou, Mamiya.”

Saat aku memanggilnya seperti biasa, Mamiya tampak terkejut dan mengalihkan pandangannya padaku dengan cara yang agak canggung.

“....o-Ohayou~"

Ekspresinya kaku, aku belum pernah melihatnya seperti ini sejak terakhir kali kami mengobrol.

“Ada apa? Kalian putus?"

“Aku bahkan tidak pacaran dengannya."

“Tapi hei, itu jelas tidak wajar."

“Aku yakin ia memiliki banyak hal dalam pikirannya.”

“Berhentilah membangun tembok seperti itu, terlihat jelas Mamiya menghindar darimu.”

"Aku rasa itu tidak perlu."

“Jika kamu harus memilih antara Mamiya dan aku, siapa yang akan kamu pilih?”

“Jangan ajukan pertanyaan yang membuatku canggung seperti itu.”

“Tidak apa-apa, aku akan mendukungmu, Akito!”

Saat aku bertanya apa alasan Natsu ingin berteman dengan seseorang sepertiku, Natsu memberikan jawaban “Karena aku menemukan seseorang yang sepertinya menarik.” yang terdengar seperti omong kosong bagiku.

Aku tidak tahu apa yang Natsu lihat dalam diriku yang membuatku begitu menarik, tetapi Natsu menemukan semua yang aku lakukan menarik baginya.

Dan entah bagaimana kami menjadi teman dengan cara ini dan kerap kali membuatku kehilangan kesabaran setiap kali terlibat dengannya, tetapi tidak dapat kupungkiri bahwa Natsu adalah teman baik ku dan salah satu dari sedikit orang yang dapat aku percaya saat inii.

Walau dia tahu tentang masa laluku, itu sangat mengejutkan bahwa dia tetap ingin menjaga pertemanan nya denganku terlepas dari apa yang terjadi padaku di masa lalu.

Dan bagiku itu sudah lebih dari cukup.

Karena dia adalah orang baik yang terlalu baik untukku, kecuali kata-kata dan perilakunya yang terkadang menyebalkan.

"Apa yang terjadi pada Akihito dan Mamiya hari itu?"

"Bukankah tidak apa-apa untuk mengatakan bahwa kita berteman? Atau lebih tepatnya, katakan saja begitu. Banyak hal yang terjadi.”

“Heee. Ini mengejutkan. Aku tidak tahu Akito memiliki hubungan seperti itu dengan Mamiya."

“Kami hanya tinggal berdekatan, jadi kami berbicara sesekali."

"Aku yakin itu akan membuat iri orang-orang yang menyukai Mamiya jika mereka mendengarnya. Hati-hati jangan sampai ditusuk, oke?"

Apa yang harus aku lakukan agar tidak ditusuk?

Setelah itu, ketika kami mengobrol tentang topik yang sama sekali tidak berhubungan dengan apa yang terjadi akhir pekan kemarin, bel tanda dimulainya pelajaran mulai berbunyi.

Natsu kembali ke tempat duduknya dan pelajaran dimulai setelah itu.

◆ POV MAMIYA

Terlepas dari apa yang aku alami dan apa aku yang aku rasakan hari itu, aku khawatir hubunganku dengan Aisaka-kun akan menjadi sangat canggung setelah itu.

Aku sudah memutuskan untuk membuka hatiku kepada Aisaka-kun sejak itu, namun aku benar-benar melewatkan kesempatan itu dan tanpa sadar telah menjaga jarak dan membuat segalanya menjadi semakin canggung setelah itu.

Aku sudah merencanakan banyak hal yang ingin kulakukan bersama Aisaka-kun sepulang sekolah hari itu, namun pada akhirnya hari itu berakhir tanpa bisa melakukannya bersamanya.

“Ha? Surat cinta lagi?"

Di pagi hari. Ketika aku tiba di sekolah dan hendak menaruh sepatu outdoorku ke dalam loker, aku melihat sesuatu di dalamnya.

Amplop persegi berwarna putih, Itu tampak seperti surat cinta……

Aku segera memasukkan surat itu ke dalam tasku dan pergi ke toilet untuk membacanya.

Aku mengira bahwa itu hanya surat yang berisi kata-kata seperti pengakuan cinta dan tidak mungkin sesuatu yang serius, namun aku salah.

Pikiranku perlahan mulai menjadi kosong setelah membaca apa yang tertulis dalam surat itu.

Membaca surat itu dengan kedua tanganku, aku membaca isinya berulang-ulang kali untuk memastikan tidak ada kesalahan.

Pada surat itu tertulis kata-kata seperti "Aku sudah tahu semua rahasia Mamiya-san dan juga akun SNS backstreet mu.. yang seharusnya hanya diketahui oleh Aisaka-kun.”

Membaca surat itu entah bagaimana membuatku tidak tenang, dan ketika aku sampai di rumah, aku tidak bisa menahan keinginanku untuk langsung melompat ke tempat tidur dan memeluk boneka hiu kesayanganku sekuat yang aku bisa untuk menenggelamkan rasa takut dan rasa cemasku.

Aku memeluk bonekaku lebih erat dan menghangatkan tubuhku di atasnya dan memikirkan kembali surat itu dengan sedikit ketenangan yang tersisa di sudut pikiran ku yang nyaris tidak tersisa di kepalaku.

Fakta bahwa seseorang baru saja mengetahui rahasiaku, tidak mungkin Aisaka-kun membocorkannya ke sekolah.

Karena satu-satunya orang yang tahu rahasia ini adalah Aisaka-kun. Saat aku membaca surat itu tentu saja hal pertama yang muncul di benakku adalah Aisaka-kun.

Namun, aku segera menyangkal gagasan itu karena aku percaya tidak mungkin Aisaka-kun akan tiba-tiba mengkhianatiku dan melakukan hal yang buruk padaku seperti itu dan aku sepenuhnya yakin akan hal itu.

"Namun jika bukan Aisaka-kun, lalu siapa?"

Sambil memikirkannya, wajah orang-orang yang pernah menjalin hubungan denganku disekolah perlahan mulai muncul satu-satu dalam benakku.

Teman sekelas, senior, dan guru.. Tidak, itu terlalu banyak.

Mengesampingkan guru, aku punya firasat bahwa seseorang di dekatku bisa saja adalah pelakunya.

Jika pengirimnya bukan Aisaka-kun, aku tentu tidak akan bisa berhenti memikirkanya sampai aku menemukan identitas pengirim surat itu.

Karena identitas pengirim surat itu tidak jelas, aku tidak menemukan siapa identitas penulis surat itu, atau bahkan indikasi siapa yang menulis surat itu.

Namun kesimpulan yang bisa aku buat setelah membaca surat itu, tampak jelas orang itu tidak memiliki niat apapun untuk mengancamku dan membatasi kontaknya dengan hanya satu kata bahwa dia tahu rahasiaku yang tertulis di selembar kertas, dan meninggalkan surat itu tanpa memberiku ancaman.

Jika dia memegang kelemahanku seperti itu, jika pengirim benar-benar berniat untuk melecehkanku dan mengancamku.. ia seharusnya memiliki setidaknya satu atau dua hal yang dia ingin aku lakukan untuk mengancamku, tapi itu aneh bahwa dia tidak melakukan itu.

“Ada begitu banyak hal yang tidak bisa aku mengerti. Karena surat itu diketik oleh komputer, tidak mungkin untuk menebak siapa identitas penulis surat itu hanya dengan tulisan tangan."

Jika saja aku tidak berada dalam hubungan yang sepihak dengan Aisaka-kun, dia mungkin satu satunya orang yang bisa aku andalkan saat situasi tampak sulit bagiku saat ini. Tapi aku tidak memiliki keberanian untuk melangkah dan memintanya sejauh itu.

Aku rasa aku tidak punya pilihan selain menunggu balasan pengirim surat itu selanjutnya sebelum bisa mengambil keputusan.

“Aku akan mencoba yang terbaik untuk tidak terlihat peduli sebanyak mungkin di sekolah, dengan begitu aku akan memancing orang itu dan melihat apa yang ia lakukan setelah itu.”

Aku tidak peduli tentang apa yang mengancamku, tapi jika terjadi sesuatu, aku mungkin akan meminta tolong Aisaka-kun apapun yang terjadi denganku nanti.

Namun, untuk menyingkirkan semua rasa sakit di hatiku aku harus berbaikan dengan Aisaka-kun sesegera mungkin, jika bisa.

Tapi tetap saja, aku ingin tahu darimana pengirim surat itu bisa mengetahui rahasiaku?

Aku punya firasat bahwa kehidupan sekolahku akan menjadi lebih intens dari sebelumnya mulai besok.

Tapi aku tidak punya energi yang tersisa untuk berpikir.

Aku merasa pusing.

Saat aku bertemu dengan Aisaka-kun hari ini, untuk beberapa alasan, dadaku terasa sesak. Aku bertanya pada diriku sendiri mengapa ini terjadi, aku tidak bisa menjawabnya dengan jujur.

Meskipun kami bisa mengobrol secara normal disekolah hari ini, aku tidak berbicara lagi dengan Aisaka-kun setelah itu.

Aisaka-kun mungkin menyadari sesuatu dalam sikap dinginku namun tidak terjadi percakapan selama waktu itu.

Melihat kekhawatiran di matanya, aku percaya bahwa pelakunya bukanlah Aisaka-kun.

Aku ingin berpikir seperti itu, tapi aku merasa sedikit lebih baik sekarang.

Tiga hari kemudian. Saat aku pergi ke sekolah, surat misterius itu kembali datang di loker sepatuku.

Aku membukanya di toilet seperti yang telah aku lakukan sebelumnya dan surat itu berisi kalimat sederhana, "Aku melihatmu setiap hari," dan sebuah foto yang diambil secara diam-diam yang dilampirkan padanya.

Fakta bahwa dia berusaha keras untuk memberitahuku bahwa dia melihat ku setiap hari, itu agak menyeramkan.

Tampaknya, orang itu mengambil fotoku secara diam diam saat aku sedang mengobrol dengan teman sekelasku, dan Aisaka-kun sekilas terlihat dalam foto itu sedang berada di sampingku.

Aku tidak tahu kenapa, namun melihat Aisaka-kun dalam foto itu membuatku sangat lega.

Pada titik ini, Aisaka-kun sepenuhnya dikesampingkan sebagai pelaku dalam pikiranku.

Aku tahu itu dari hubungan kami yang singkat tapi intens bahwa dia bukan tipe orang yang akan melakukan hal seperti itu. Lagipula, Aisaka-kun tidak tertarik padaku sebagai lawan jenis dan terlihat jelas bahwa Aisaka-kun tampak sedikit peduli padaku, tapi itu hanya sesuatu yang tidak termasuk dalam kategori teman.

Dengan kata lain, Aisaka-kun bukanlah pelakunya.

Aku yakin pengirim surat itu adalah salah satu dari anak laki-laki yang pernah aku tolak sebelumnya.

Aku yakin penolakan yang aku buat saat itu membuatnya sakit hati dan mendorongnya untuk melecehkanku dengan cara seperti ini.

Berdasarkan dugaan ini, aku yakin aku dapat dengan mudah mencari identitas pengirim surat itu dengan mengurutkan jumlah kandidat yang paling memungkinkan saat ini, dan membatasi jumlahnya dengan syarat bahwa mereka adalah orang-orang yang pernah aku tolak di masa lalu.

Pada titik ini, sudah terlihat jelas siapa identitas pengirim surat itu. Tetapi sulit untuk melangkah lebih jauh tanpa informasi lebih lanjut.

Itu adalah kemajuan, aku sudah tahu memikirkan apa yang harus aku lakukan selanjutnya, tapi aku tidak yakin soal itu.

Haruskah aku melapor guru saja? Aku khawatir itu hanya akan menambah masalah. Aku tidak punya pilihan selain menghadapinya sendiri.

“Aku tahu itu beresiko, tapi itu cara tercepat. Aku juga sudah muak dengannya. Menjadi siswa teladan yang baik untuk semua orang itu benar-benar melelahkan.”

Aku kira hidup dengan berpura pura baik kepada semua orang seperti ini hidupku akan berubah menjadi lebih baik setelah itu, namun hal-hal seperti ini masih saja terjadi padaku seperti sebelumnya.

Ah, lagi-lagi dadaku terasa sesak.

Itu benar, lagipula dunia memang selalu begini padaku, ini adalah ruang yang tak akan pernah sempurna.

Bagaimanapun, aku telah memutuskan apa yang akan aku lakukan. Aku akan menggunakan diriku sebagai umpan dan memanggil orang itu keluar untuk menemuiku.

Untuk bisa memancing orang itu, aku akan meninggalkan surat balasan di kotak sepatuku.

Aku tidak takut dengan orang ini, karena orang ini pasti haus akan pengakuan, sama sepertiku.

Bahkan jika kenangan itu membuatku sedih, aku harus melangkah, percaya pada masa depanku.

Aku menghabiskan hariku hari ini seperti biasa dan menyiapkan suvenir untuk orang aneh itu dalam perjalanan pulang dan meninggalkan surat di lemari sepatuku.

Isinya sederhana, "Sehari setelah kamu menerima ini, aku akan menunggumu di ruang kelas kosong sepulang sekolah."

Jika balasanku dapat membuat orang itu keluar maka tidak apa-apa. Bahkan jika aku tidak dapat menangkapnya, setidaknya orang itu pasti akan membalasnya.

Dan benar saja, keesokan harinya, ada surat lain di loker sepatuku..

Sambil menekan ketidaksabaranku, ada balasan seperti "Akhirnya kau membalas, Mamiya-san" dan terdapat lusinan foto tersembunyi yang sudah ia ambil sedemikian rupa yang membuat ku merinding.

Ia pasti sudah mengambil fotoku diam-diam untuk waktu yang lama. Bahkan ada foto-fotoku saat aku masih pakai seragam musim panas.

Dengan kata lain, dia pasti sudah mengaku padaku sebelum musim panas, dicampakkan, dan mulai memotretku secara diam-diam, dan baru baru ini telah mengetahui rahasiaku.

“Aku bertanya-tanya bagaimana dia bisa tahu tentang rahasiaku. Jika itu mungkin setelah aku mengenal Aisaka-kun. Kurasa sudah terlambat untuk menyesali kecerobohanku.”

Tidak mungkin ia akan melepaskan kelemahan yang baru saja ditangkapnya.

Sepulang sekolah, aku memutuskan untuk menunggu orang itu di ruang kelas kosong seperti yang telah aku tentukan.

Tubuhku terasa kaku dan aku bisa merasakan jantungku berdegup sangat kencang.

Menunggu membuatku semakin gugup…
Saat aku menunggu kedatangan orang itu, jantungku tidak bisa berhenti berdegup kencang....

Aku takut, tetapi aku tidak punya pilihan selain menahanya.

Aku menarik napas dalam-dalam untuk meredam kecemasanku dan melihat bayanganku di kaca jendela.

Ekspresi wajahku tetap agak tegang. Apakah aku sudah seperti ini sepanjang hari? Untuk beberapa alasan aku mungkin terlihat seperti ini disekolah karena teman-teman sekelasku tampak memandangku dengan curiga hari ini.

“......Ini tidak mudah, sungguh.”

Aku mengeluarkan nafas yang terpendam di dadaku dan menertawakan pantulan wajahku yang menyedihkan di kaca. Kemudian aku membuka kunci jendela sehingga aku bisa keluar ke balkon yang akan aku gunakan sebagai jalan keluar jika terjadi keadaan darurat.

Karena balkon terhubung ke tangga luar, jadi meski pintu kelas terhalang, aku bisa keluar lewat sini.

Aku akan memikirkan sisanya nanti, dan sebagai upaya terakhir, aku membuka informasi kontak Aisaka-kun, dan mengetik pesan yang mengatakan dimana aku berada dan memintanya untuk datang sekarang jika semuanya tidak berjalan dengan baik, aku akan meminta bantuan Aisaka setelah itu.

Jika keadaan tidak begitu canggung, aku mungkin akan memberitahunya nanti apa yang sedang terjadi dan aku harap dia akan memaafkanku setelah itu.

Aku tidak yakin apakah dia akan datang atau tidak, tapi aku tidak berpikir Aisaka-kun akan mengabaikannya. Untuk beberapa alasan aku merasa bersalah untuk mengambil keuntungan dari kebaikanmu, tapi situasi memaksaku untuk melakukan itu.

Aku juga mengaktifkan perekam suara di ponselku untuk berjaga-jaga dan aku sudah siap untuk bertemu dengan orang itu dengan senyum di wajahku.

Sesaat, pintu kelas terbuka di belakangku tak lama setelah itu, jantungku berdetak kencang, mungkin karena gugup, dan aku perlahan berbalik untuk melihat siapa yang datang sambil menekan kecemasanku.

"... Utsumi-san, rupanya kamu."

Itulah dia, salah satu pria dari kelasku yang tidak mencolok.

“Kamu mengingatku…. Kamu ingat aku, Mamiya-san. Aku sangat senang.”

“Aku ingat wajah dan nama semua teman sekelasku.”

Tidak butuh waktu lama bagiku untuk menyadari bahwa dia adalah Utsumi Shinji teman sekelasku dan juga salah satu dari pria yang pernah mengungkapkan perasaannya padaku sebelumnya.

Aku tidak ingat pernah menolaknya dengan cara yang akan menyebabkan keributan saat itu… tapi mungkin itu bukan sesuatu yang harus dikatakan oleh orang yang menolaknya.

Terlepas dari bagaimana situasinya, jika mereka salah mengira niat baik ku sebagai penghinaan, itu sama sekali tidak baik.

"Bolehkah aku bertanya satu hal padamu dulu?"

“Ya, kamu bisa bertanya apa saja.”

"Dari mana kau tahu tentang rahasiaku, Apakah kamu tahu tentang akun rahasia itu?"

Karena sudah sampai sejauh ini, aku bertanya tanpa berpikir panjang karena tidak ada cara untuk mengetahui selain bertanya kepada orangnya secara langsung.

“Hari itu sudah kuberitahu bahwa aku melihatmu setiap hari, bukan? Kamu tidak menyadarinya ya haha. Saat aku hendak mengambil fotomu diam-diam seperti biasa aku tidak sengaja melihatmu mengobrol dengan Aisaka-kun dikelas lalu aku mulai mengawasinya sejak saat itu, butuh banyak banyak pencarian, tapi usahaku tidak sia-sia karena hasilnya cukup memuaskan bagiku untuk mencari tahu semuanya."

Disana ia mengoperasikan ponselnya dan menunjukkan layarnya kepadaku. Apa yang dia tunjukkan adalah akun SNSku tempatku memposting foto-fotoku sebagai gadis backstreet, untuk sesaat aku tidak dapat mempercayai mataku sejenak tentang apa yang kulihat tapi tidak dapat kusangkal bahwa itu benar benar akun miliku.

Bagaimana aku bisa seceroboh ini? Jika satu orang mengetahuinya, tidak akan mengejutkan jika ada orang kedua, tapi secara tidak sadar aku berasumsi dan percaya bahwa Aisaka-kun adalah satu-satunya yang mengetahui itu, namun aku salah.

"Walaupun aku tidak bisa melihat wajahmu dalam foto itu. Lekukan kaki, celana ketat, nuansa kain rok, dan stocking yang tidak pernah kamu ganti, semuanya sama dengan foto yang aku ambil dari Mamiya setiap hari."

Ia mengatakan itu dengan senyum gembira di wajahnya, seolah olah bangga.

Ketakutan melampaui ambang batasku dan menjalari tulang punggungku.
Aku mencoba untuk tidak menunjukkan kekesalanku, tetapi aku mencoba untuk bersikap tegas dan tenang.

“Katakan padaku Mamiya, Aisaka-kun mengancammu kan?”

"......Apa yang kau bicarakan?"

"Aisaka-kun mengetahui rahasia di balik rahasia itu, dan mengancam Mamiya-san untuk mengambil gambar nakal seperti itu, kan? Itu menakutkan, bukan? Tapi kamu tidak perlu khawatir lagi. Aku disini. Aku akan membujuk Aisaka-kun untuk tidak terlibat dengan Mamiya-san."

Utsumi-san tidak mendengarkan apa yang aku katakan, tetapi hanya tenggelam dalam dunianya sendiri, mengoceh serangkaian kata-kata seperti omong kosong. Ini sedikit ...... menakutkan.

“Itu tidak benar. Akulah yang mengancam Aisaka-kun.”

“Bukannya aku tidak percaya kamu.... tapi aku takut Aisaka-kun akan melakukan sesuatu padamu nanti. Maafkan aku, Mamiya. Tapi aku tidak seperti pria itu. Aku mencintai Mamiya-san dari lubuk hatiku yang terdalam......!"

Utsumi-san menyatakan perasaannya kepadaku dengan gerakan tangan yang berlebihan seolah ia adalah seorang aktor musikal dan mengatakan "Aku mencintaimu" yang selalu dia katakan padaku.

Aku selalu merasa pengakuan adalah sesuatu yang penting, sesuatu yang hanya boleh kamu lakukan dengan perasaan serius dan terhadap orang-orang yang benar-benar kamu cintai karena cinta adalah sesuatu yang hatimu rasakan sendiri.

Namun terlepas dari bagaimana perasaannya tentangku, aku tidak berpikir kata-kata dan tindakannya untukku saat ini termasuk dalam kategori cinta. Tidak peduli apa yang dia katakan atau lakukan, hatiku tidak akan terpengaruh oleh kata-katanya.

Apakah aku melakukan sesuatu yang salah sehingga mengubahnya seperti ini?

Ada sensasi sesuatu yang asam naik dari dalam perutku. Pandanganku perlahan mulai berputar, dan punggungku berkeringat. Napasku mulai menjadi sedikit tidak menentu, dan anggota tubuhku gemetar melawan keinginanku.

Tapi, aku harus bertanya.

“......Utsumi-san, apa kau melecehkanku dengan kamera tersembunyimu karena kau menyukaiku?”

Kata-kata yang aku coba keluarkan menyebar ke seluruh kelas.

Utsumi-san memiringkan kepalanya seolah dia tidak mengerti apa yang aku katakan.

“Pelecehan? Ini tidak seperti yang kamu pikirkan. Aku hanya ingin melindungi Mamiya-san, ketika aku melihatmu sepanjang waktu, kamu terus tersenyum berulang-ulang seolah menggodaku dan secara alami mataku tidak pernah terlepas darinya. Aku pikir tidak mungkin bagi orang lain untuk memilikinya. Aku harus melindunginya dari semua orang- tidak hanya dari orang jahat, tapi dari semua orang. Itu adalah reaksi alami untuk melindungi sesuatu yang sangat berharga bagiku.”

Sikapnya yang tenang membuatku ngerti saat dia mengatakan ini tanpa basa-basi.

Percakapan itu pada dasarnya tidak relevan.

Kesenjangan antara aku dan dia begitu dalam sehingga aku merasa bahwa dunia kita mungkin tidak sinkron.

“Jadi, Mamiya-san."

Dia datang lebih dekat.

Suara langkah kaki terus mendekat.

“Aku menyukaimu, Mamiya-san.”

“Aku tidak tahu harus berkata apa, aku tidak bisa menerimanya.”

Jarak antara kami tidak berubah, dan hanya ketegangan yang meningkat.

"Kenapa? Apakah kamu takut Aisaka-kun akan mengancammu setelah ini?"

“Tidak, itu tidak benar, dia adalah temanku.”

“Kalau begitu, pergilah denganku.”

“Bukan itu maksudku. Pertama-tama, aku tidak aku bisa menerima Utsumi-san dan aku tidak memiliki perasaan apa-apa kepada Utsumi-san.”

Langkahnya terhenti.

Ada raut kebingungan di wajahnya.

Aku merasa sedikit lega bahwa dia akhirnya mengerti.

"Aku yakin Mamiya-san akan mendapatkan masalah jika ini ketahuan."

Pikiran itu lenyap dalam sekejap.

Sambil menunjukkan akun SNS backstreetku, dia mendekatiku, tidak, mengancamku.

“...... apa yang kamu sedang coba katakan?”

“Jika kamu tidak ingin aku mengungkapkannya, maka jadilah milikku."

Dia datang lagi ke arahku dengan senyum menakutkan di wajahnya. dan memojokkan ku sampai bersandar di dinding lalu meletakkan tangan di dinding sehingga aku tidak bisa kabur….

Wajahnya berada tepat di depanku.

Aku menyadari bahwa matanya berkeliling ke dada, pinggang dan kakiku saat ia memojokkanku di dinding dengan lengan kanannya.

Aku tidak bisa kabur dari sini, selama dia memegang rahasiaku di tangannya, aku tidak akan bisa melawannya.

Jika dia mengungkapkan rahasianya, bukan hanya aku tapi juga Aisaka-kun yang bisa dirugikan.

Seseorang tolong aku.

Rute pelarian yang aku amankan menjadi tidak berguna sekarang. Bahkan jika aku menjelaskannya dengan sangat hati-hati kepada pihak lain, tidak ada tanda-tanda pihak lain mendengarkan sama sekali.

Jika itu masalahnya, hanya ada satu pilihan yang bisa aku ambil. Aku bisa mencoba mengirim pesan yang aku siapkan untuk Aisaka-kun dengan tangan di belakang punggungku, tapi aku berhenti tepat sebelum melakukannya.

Mengambil keuntungan dari kebaikan Aisaka sama saja mengulang apa yang aku lakukan pada orang lain saat aku masih di sekolah menengah. Tidak mungkin aku bisa melakukan hal seperti itu.

Aku memasukkan ponselku ke dalam sakuku dengan tangan gemetar dan menarik napas seolah-olah untuk mempersiapkan diri.

“......lakukan sesukamu."

Aku memandangnya dengan lemah, seolah-olah menunjukkan ketidakberdayaanku.

Aku menutupi kegugupan dan ketakutanku yang ekstrem dengan topeng siswa teladan.

Karena itulah yang dia inginkan dariku.

Aku bertanya-tanya mengapa hatiku sangat sakit, meskipun ini adalah sesuatu yang telah aku lakukan setiap hari.

"Apakah kamu bersedia menjadi milikku?"

|..................|

"Aku diabaikan ya... Tapi aku senang Mamiya-san adalah milikku dan milikku sendiri. Jangan khawatir, kamu sudah baik-baik saja sekarang. Kamu tidak melakukan sesuatu yang salah karena kamu diancam oleh pria itu.”

Itu tidak benar. Menjadi gadis backstreet adalah niatku sendiri, dan akulah yang mengancam Aisaka-kun.

Itu semua salah ku. Akulah yang harus disalahkan untuk semuanya.

Lengannya mencapai bahuku.


Sebuah jari menelusuri garis lenganku dari atas seragamku dan jeritan tipis keluar dari tenggorokanku yang tidak bisa kupercaya adalah milikku. Tubuhku menjadi kaku dan tidak bisa bergerak karena takut dan jijik.

Mengabaikan hatiku yang gemetar, dia mencoba memelukku...

“Jangan!”

Suara dalam pikiranku yang secara tidak sengaja keluar dari mulutku adalah kata-kata penolakan.

Tapi itu sepertinya telah mencapai telinganya, dan setelah memutar matanya sejenak, dia bertanya padaku,

"Mengapa?”

“Mengapa? Kenapa, kenapa, kenapa, kenapa, kenapa!! Meskipun Mamiya-san adalah milikku, kenapa kamu menolak!?”

"Hyah!"

Aku ditarik dengan paksa, dan bahuku dicengkeram dengan kuat.

"Mamiya-san, aku sangat mencintaimu!! Mamiya-san seharusnya juga menyukaiku!!"

“Maaf…..”

“Karena Mamiya-san begitu baik padaku, kamu terus tersenyum berulang-ulang seolah menggodaku maka dia pasti juga menyukaiku."

Itu adalah sebuah kesalahan.

Seolah mewakili keadaan pikiranku, pintu kelas yang tertutup tiba-tiba terbuka setelah itu.

“Aku tidak suka caramu memaksa masuk ke dalam kehidupan seseorang tanpa menanyakan bagaimana perasaan mereka.”

Suara orang yang telah kutunggu di suatu tempat di hatiku, yang paling tidak kuinginkan, mencapai telingaku.

◆ POV AISAKA

Aku merasa ada sesuatu yang berubah tentang sikap Mamiya belakangan ini yang tampak berbeda dari sebelumnya sejak kami berhenti berkomunikasi di sekolah atau melalui pesan.

Namun aku tidak memiliki keberanian untuk bertanya kepadanya tentang hal itu, berpikir bahwa penyebabnya mungkin karena aku.

Apalagi itu sudah berlangsung lebih dari seminggu, dan teman-teman sekelasnya tampaknya menyadari hal ini juga namun tidak ada yang mau berbicara dengan Mamiya saat itu.

Saat makan siang, Mamiya menghilang dari kelas dan digantikan oleh Natsu, yang datang dengan kotak makan siangnya.

“Ayok kita makan bersama.”

“Oke, tapi…”

“Ada apa? Kamu tidak terlihat bahagia. Apakah kamu bertengkar dengan Mamiya?”

“Tidak. Sudah lama kita tidak berbicara akhir-akhir ini.”

Aku memberi tahu Natsu, yang duduk di depanku, membuka kotak makan siangnya. dia menghentikan tangannya karena terkejut, mengangkat kepalanya dan berkata

“Aku turut berduka cita.”

Dia menatapku dengan ekspresi muram di wajahnya dan mengatupkan kedua tangannya di depanku. Aku tidak melakukan apa pun untuk menerima bela sungkawa.....

"Sudah sekitar seminggu atau lebih. Mamiya bertingkah aneh."

“Aku juga memperhatikan itu. Aku yakin semua orang di kelas juga merasakannya.”

“Apakah aku melakukan sesuatu yang salah?”

“Menurutku, ini berbeda. Mamiya adalah tipe orang yang jujur. Selain itu, aku yakin Akito tidak melakukan sesuatu yang buruk kepada Mamiya…”

Sambil berspekulasi, Natsu membuka kotak makan siangnya dan mulai makan setelah mengucapkan kata-kata 'Itadakimasu'.

Jika Natsu yang peka terhadap kebaikan orang lain berkata begitu, entah kenapa itu terdengar menyakinkan, tapi meski begitu, rasanya aneh untuk dinilai 'baik' oleh teman laki-laki.

“Ada banyak hal yang ingin aku katakan, tetapi aku akan berhenti di situ untuk saat ini. Apakah kamu tahu penyebabnya atau semacamnya?"

“Tidak, aku tidak tahu. Bagaimana aku bisa tahu kalau Akito tidak tahu?"

“Mengapa tidak?"

“Aku yakin itu tidak lain karena Akito adalah orang yang paling dekat dengan Mamiya.”

Dia mengarahkan jari telunjuknya ke arahku.

Orang yang paling dekat?......aku?

Aku tidak menyadari hal itu, tapi jika aku memikirkan kembali hubunganku dengan Mamiya, mungkin saja begitu.

Setelah mengetahui rahasia Mamiya saat itu, tanpa kusadari hal itu telah mendekatkan kami sedikit demi sedikit.

Aku yakin hanya aku satu-satunya yang tahu bahwa Mamiya memakai topeng siswa teladan dan dia hanya gadis SMA biasa yang bisa kamu temukan di mana saja.

Lantas mengapa.

Apa yang menyebabkan Mamiya menjauhkanku dan mengapa semuanya menjadi aneh.

“Jika kamu benar-benar ingin tahu, kenapa kamu tidak bertanya saja padanya? Jika bukan karena Akito, aku yakin dia akan bisa menjawab.”

“Jangan membuatnya terdengar begitu mudah. Aku belum berbicara dengannya selama lebih dari seminggu sekarang, jadi aku tidak tahu bagaimana cara menyinggung masalah ini.

“Maaf, tampaknya aku mengatakan sesuatu yang mungkin telah menyinggung perasaanmu.”
“Tidak perlu meminta maaf. Bukan itu yang aku khawatirkan, tetapi entah kenapa itu membuatku merasa kosong.”

Sebagai seorang teman, aku hanya ingin tahu apa yang terjadi pada Mamiya.

Tapi Natsu ada benarnya. Jika aku diam saja, aku tidak akan mengerti apa-apa.

“Jika Akito ingin berbaikan dengan Mamiya, kamu harus melakukannya secepatnya. Karena jika hal-hal ini berlarut-larut terlalu lama, aku yakin itu tidak akan berakhir baik.”

“Kurasa kau benar. Terima kasih."

“Kamu dapat berterima kasih kepadaku dengan mentraktirku semangkuk ramen.”

“Baiklah, lagipula aku tidak keberatan.”

Berbicara dengan Natsu membuatku merasa lebih baik dan aku sudah mengambil keputusan.

Sepulang sekolah, aku akan menghabiskan sore hari di kelas untuk berbicara dengan Mamiya.

“Mamiya, aku perlu bicara denganmu sebentar......."

Aku memanggilnya, tetapi dia bangkit dari tempat duduknya dan berjalan keluar kelas, seolah tidak mendengarku. Apakah hanya imajinasiku bahwa punggungnya terlihat lebih kecil dari biasanya?

Barang bawaan Mamiya masih tertinggal, jadi dia mungkin akan kembali jika aku menunggunya. Sampai saat itu, aku memutuskan untuk menghabiskan waktu dan menunggunya sambil mengerjakan tugas.

Sudah sekitar sepuluh menit sejak aku menunggunya, tetapi tidak ada tanda-tanda bahwa Mamiya akan kembalinya. Saat aku bangun dari tempat dudukku untuk pergi ke kamar kecil untuk istirahat, pinggulku menabrak meja Mamiya.

Selembar kertas terlipat dan lusinan foto terjatuh dari meja, yang terguncang karena benturan keras dariku saat aku tidak sengaja menabraknya.

Mengambilnya dari lantai, aku menyadari bahwa ada banyak sekali foto Mamiya ada di dalamnya. Selain itu, foto ini diambil dari sudut yang tidak terlihat seperti selfie.

"Foto Mamiya...? Kenapa ada yang seperti ini?"

Aku tidak tahu apa gunanya Mamiya membawa banyak foto dirinya ke sekolah. Jika ada yang melihat mereka, ia mungkin akan dicurigai sebagai orang narsis, yang akan mencoreng citra murid teladannya.

Namun, keraguanku hilang ketika aku melihat secarik kertas lain didalamnya.

Kertas itu memuat kalimat-kalimat mengancam seperti "Kamu akhirnya menjawab, Mamiya-san."

“...... Tidak mungkin."

Aku memeriksa foto itu lagi. Aku tahu itu. Semuanya diambil dari sudut tersembunyi.

Kata "penguntit" dikaitkan dengan kedua bahan ini.

Mamiya mungkin menjadi korban penguntit baru-baru ini.

Jika aku berpikir seperti itu, dapat dimengerti mengapa Mamiya bertingkah aneh belakangan ini.

“Kalau begitu, dimana Mamiya sekarang? Sial.”

Aku membenci diriku sendiri karena begitu lalai sehingga aku bahkan tidak menyadarinya.

Aku tidak tahu berapa banyak hal menyakitkan yang sudah Mamiya lalui, namun apapun alasan yang membuat Mamiya tidak jujur padaku aku tidak bisa menerimanya, jika kamu butuh bantuan kamu tidak perlu berlagak sok kuat dan menjadi siswa teladan bahkan pada saat seperti ini, betapa beraninya kamu memikul beban seperti itu

Aku tidak punya waktu untuk berpikir sekarang. Aku menggunakan ponselku untuk mengirim pesan kepada Mamiya menanyakan di mana dia berada, sementara aku menunggu balasan aku dengan hati-hati meletakkan bukti foto itu di dalam saku celanaku dan meninggalkan kelas.

Aku harus menemukan Mamiya secepatnya, dimanapun dia berada, aku perlu mencari setiap tempat yang memungkinkan untuk mengidentifikasi aktivitas yang mencurigakan, dengan begitu aku dapat menemukan Mamiya.

Tentu saja Mamiya tidak akan berada jauh dari sekolah, aku yakin Mamiya sedang berada di suatu tempat bersama pelakunya sekarang.

Tujuan pertama yang aku kunjungi adalah bagian belakang gimnasium. Itu adalah tempat yang sempurna untuk pertemuan rahasia, tetapi Mamiya tidak bisa ditemukan di mana pun.

Sambil menggertakkan gigi, aku memeriksa ponselku. Tidak ada balasan. Mungkin dia tidak dalam situasi di mana dia bisa dihubungi.

Dalam hal ini, aku selanjutnya pergi ke tangga darurat di luar. Aku pikir itu akan kurang mencolok, tetapi ternyata tempat itu juga salah. Masih tidak ada kontak.

“Di mana lagi aku harus mencari.....? tempat yang kurang populer yang belum kucari.”

Sejak Mamiya menghilang, meninggalkan barang bawaannya di kelas, dia seharusnya tidak pergi ke luar sekolah. Satu-satunya yang tersisa, mau tak mau mungkin saja ruang kelas yang kosong…

Mengandalkan tebakanku, aku menuju ruang kelas kosong di gedung sekolah. Tidak banyak. Paling banyak ada dua per kelas. Pertama, aku mencari ruang kelas kosong di ujung deretan ruang kelas untuk tahun pertama, tetapi hanya suasana berdebu yang menyambutku.

Merasa frustasi dan kelelahan. Aku harus menemukannya dengan cepat── pikirku, tapi ketika aku sampai di ruang kelas yang kosong di sisi lain, aku menghentikan tangan aku ketika aku mendengar suara di dalam kelas,

"Jangan!”

“Mengapa? Kenapa, kenapa, kenapa, kenapa, kenapa!! Meskipun Mamiya-san adalah milikku, kenapa kamu menolak!?”

“Hyah!"

Apa yang aku dengar dari ruang kelas yang kosong tidak salah lagi adalah suara Mamiya. Dan suara pria yang ...... siapa itu? Sulit untuk mengetahui dari suaranya saja.

Apakah pria itu penguntit? Nada suaranya menunjukkan bahwa Mamiya tampak tidak menyukainya.

“Mamiya, aku sangat mencintaimu! Mamiya-san pasti sangat menyukaiku juga!”

Mendengar kata-kata pria itu, tanganku berhenti bergerak.

Itu asumsi yang mengerikan.

Aku tidak mengerti bagaimana dia bisa begitu percaya diri,

Jika dia benar-benar seorang penguntit, tidak mungkin seseorang yang melakukan hal seperti itu bisa membuat seseorang menyukainya.

Bagian dalam kepalaku dingin, dan emosi panas menggenang dalam ketenanganku.

“Gome……..ne..(Maaf..)”

“Karena Mamiya-san sangat baik padaku dan tersenyum padaku, maka dia pasti juga menyukaiku.”

Pada saat itu, aku membuka pintu. Orang di ruang kelas yang kosong itu, seperti yang kuduga, Mamiya dan teman sekelasku Utsumi, seingatku.

Utsumi memegang bahu Mamiya dengan erat.
Mereka berdua mengalihkan pandangannya ke arahku. Mata tercengang Utsumi dan mata lembab Mamiya.

“Aku tidak suka caramu memaksa masuk ke dalam kehidupan seseorang tanpa menanyakan bagaimana perasaan mereka.”

Aku menduga bahwa Utsumi adalah pelakunya, dan aku berani menggunakan nada yang kuat.

“......Aisaka-kun."

“Aku senang kamu cepat mengerti. Aku Akito Aisaka. Aku yakin namamu Shinji Utsumi, kan?

“Apa yang kamu inginkan? Apakah kamu tidak lihat aku sedang melakukan percakapan penting dengan Mamiya-san.”

“Pasti sangat penting bagimu karena kamu memegang pundaknya begitu keras. Tapi untuk saat ini.”

Aku mengeluarkan ponselku yang telah aku siapkan sebelum memasuki ruang kelas, dan dengan cepat memotret mereka berdua dan melepaskan rana. Sambil memeriksa foto yang baru saja aku ambil, aku menunjukkan kepadanya bahwa ini akan menjadi bukti yang cukup bahwa dia telah menyerang Mamiya.

“Bagaimana kalau bicarakan ini baik-baik? Dari bukti-bukti yang ada terlihat jelas kamu telah menyerang Mamiya.”

“Tidak, aku…..”

Utsumi tampaknya telah mendapatkan kembali ketenangannya setelah pihak ketiga seperti aku turun tangan dan mencoba membuktikan bahwa dia tidak bersalah dengan gerakan.

Tetapi hal-hal seperti itu tidak ada artinya.

Mamiya, yang terbebas dari kekangan Utsumi, mengatur nafasnya yang tidak teratur, lalu berlari ke belakangku untuk bersembunyi dan mencengkeram ujung seragamku.

“......Mengapa kamu datang?”

“Aku tidak sengaja menabrak meja Mamiya dan benda ini keluar dari dalam tasmu."

Seolah ingin membuat Utsumi mendengarkan, aku mengeluarkan selembar kertas dan foto dari sakuku. Mamiya mengalihkan pandangannya dengan malu.

“Utsumi, kamu adalah orang yang mengirim ini, bukan?"

“Apa salahnya? Aku mencoba melindungi Mamiya dari Aisaka-kun.”

“Bagaimana kamu bisa mengatakan itu setelah menguntitku? Apa yang kamu lakukan barusan aku bisa menganggap itu sebagai kekerasan.”

"......."

Ketika aku menjelaskan apa yang dia lakukan dengan jelas, dia menggigit bibirnya dan tetap diam. Tampaknya kamu telah tepat sasaran.. Mudah dan membantu untuk menilai.

“Orang yang mengancam Mamiya-san adalah Aisaka-kun juga, bukan?”

“Hah?”

“Bukankah itu benar? Aku yakin kamu tahu tentang akun SNS backstreet Mamiya-san dan mengancamnya dan mengambil foto nakalnya, bukan! Siapa di antara kita yang paling buruk!”

Dia mengatakan hal-hal yang tidak masuk akal, tapi berkatmu, aku bisa membaca situasinya.

Utsumi pasti telah menemukan rahasia akun backstreet Mamiya di suatu tempat dan mendesak untuk menjalin hubungan dengan mengancamnya bersama dengan foto-foto tersembunyi. Apa yang dia lakukan sangat berbahaya. Jika saja dia tidak mengetahui rahasianya, aku yakin ia tidak akan melangkah sampai sejauh ini.

Tapi tetap saja. Bahkan jika aku mengatakan kepadanya bahwa kebenarannya justru sebaliknya, aku ragu Utsumi akan mendengarkanku.

“Mamiya, kamu ceroboh sekali.”

“Diam.”

Hei, berhentilah marah padaku seperti itu.. Aku telah menyelamatkan hidupmu, dan kamu tidak memperlakukanku seperti itu.

Tetapi Utsumi merasakan sesuatu dalam penolakan Mamiya untuk meninggalkan sisiku.

Dia berkata,

“Meski begitu aku mencintai Mamiya lebih dari kamu. Aku sangat mencintainya, sangat!

Sambil mengepalkan kedua tinjunya dengan erat, dia berteriak dengan marah.

Sementara aku lega dia tidak memukulku, mau tak mau aku merasa terjebak dalam ketidaksesuaian antara kata-kata dan tindakannya.

Mengancam orang yang kamu cintai untuk menjadikannya milikmu, tampaknya kau sudah melangkah jauh dari perasaan cinta, tidak peduli bagaimana kamu melihatnya.

Ini adalah emosi yang harus disebut posesif atau obsesi.

Meskipun manusia tidak dapat menahannya sampai batas tertentu, aku pikir itu terlalu jauh.

“Jika kamu mencintai seseorang, kamu harus memiliki sikap yang benar.”

“Apa-apaan? Kamu baru saja datang entah dari mana dan sekarang kamu bertindak seolah kamu adalah pacarnya! Begitukah caramu untuk diam-diam menertawakanku?"

“Tidak, tidak. Aku dan Mamiya bahkan tidak menjalin hubungan, dan kami tidak memiliki rasa suka satu sama lain. Kami hanya berteman."

"Kamu bisa mengatakan apa saja dengan mulutmu!!"

"Tidak peduli apa yang aku katakan, tampaknya tidak berguna."

Aku mengalihkah pandangku ke arah Mamiya dengan pandangan sekilas karena tidak jelas. Setelah berpikir sejenak, Mamiya berkata.

“.....Aku dan Aisaka-kun hanya berteman. Dan aku tidak berpikir perilaku Utsumi adalah sesuatu yang akan kamu lakukan pada seseorang yang kamu sukai.”

Saat Mamiya mencoba untuk menyakinkannya, Utsumi melepaskan kata-kata, "Bohong.” dan menggelengkan kepalanya dengan keras, seolah-olah dia tidak mau mengakuinya, dia berkata.

“Tidak! Mamiya-san dan aku baru saja menegaskan cinta kami satu sama lain.”

"Aku rasa aku tidak punya pilihan selain melakukannya. Aku yakin kamu sudah tahu apa yang akan aku lakukan jika kamu tidak menurut dengan dewasa."

“Betul sekali."

Mamiya menjawab dengan suara gemetar. Meskipun aku curiga itu hanya akting, tidak ada yang tidak wajar tentang itu.

Utsumi menatap langit-langit dengan bingung, mungkin kaget karena ditolak dengan jelas.

Mamiya meletakkan tangannya di punggungku untuk melihat Utsumi yang berlinang air mata menatap kami.

Dia berkata, "......Kenapa. Aku sangat mencintai Mamiya.”

“Tidak ada yang salah jika kamu mencintainya. Hanya saja caramu yang salah, apa yang kamu lakukan adalah menguntit dan mengancam. Kamu bahkan bisa mendapat masalah dengan polisi dalam beberapa kasus.”

“Aku ingin Mamiya-san berpaling kepadaku. Hanya Mamiya-san yang akan mengatakan 'selamat pagi' kepada orang yang suram sepertku, dan tersenyum ramah kepadaku, jadi, jadi…”

Utsumi jatuh berlutut dan menyeka air matanya yang meluap dengan lengan bajunya.

“Maafkan aku, Utsumi-san. Lagipula, aku tidak bisa menanggapi perasaanmu.”

Mamiya, yang seharusnya berada di belakangku, melangkah ke arahnya dan berbicara dengan tenang.

Aku mencoba menghentikannya karena itu berbahaya, tetapi Mamiya berbalik dan mengatakan kepada ku hanya dengan gerakan mulutnya bahwa dia baik-baik saja, jadi aku tidak punya pilihan selain tetap tinggal.

Tapi aku perlu mempersiapkan pikiranku untuk bergerak jika terjadi sesuatu.

“Ini bukan karena aku tidak menyukaimu, tapi aku punya alasanku sendiri. Seperti ketika Utsumi-san mengaku padaku sebelumnya, aku akan merespon dengan cara yang sama."

"Tapi kamu bilang itu hanya cara untuk mengatakan tidak."

“Tidak itu tidak benar. Berbohong sebagai tanggapan atas sebuah pengakuan akan sangat tidak sopan dan menghina. Dalam hal ini, aku tidak punya pilihan selain memintamu untuk percaya padaku dan dengar apa yang aku katakan."

Kata-katanya yang tenang namun tegas itu disambut dengan keheningan sejenak... dan kebingungan yang terlihat jelas di wajah Utsumi. Dia jelas bingung dengan kata-kata dan tindakan Mamiya.

Nada suara Mamiya benar-benar berubah total dari sebelumnya..

Bukan dengan cara yang ia tujukan pada pria yang setengah hati memegang bahunya sebelumnya, tetapi dengan cara seorang murid teladan seperti biasanya.

Mamiya juga memaafkan dan menerima Favoritismenya yang menyimpang. Itu pasti tidak bisa dimengerti oleh Utsumi.

Apalagi sekarang dia sudah mengerti apa yang telah dia lakukan.

"Jadi tolong jangan lupakan dirimu sendiri. Akan terlambat ketika saatnya tiba. Kamu tidak akan bisa kembali seperti dulu lagi jika itu terjadi.”

“Jika itu masalahnya, apakah tidak apa-apa bagiku untuk jatuh cinta pada Mamiya-san?”

“Jawabannya mungkin tidak berubah, tapi jika tidak apa-apa denganmu."

Akhirnya, Mamiya tersenyum dan berbalik untuk melihat ke arahku dan bergumam "Ini baik-baik saja, bukan?" seolah itu baik-baik saja.

Namun, masih ada pekerjaan yang harus dilakukan.

“Utsumi, aku punya saran.”

"............"

"Aku berjanji padamu bahwa baik aku maupun Mamiya tidak akan memberitahu siapapun tentang apa yang terjadi hari ini. Tentu saja, tidak akan ada tindakan polisi. Jadi, Utsumi, berjanjilah padaku bahwa kamu tidak akan memberitahu siapapun tentang apa yang kamu temukan sebelumnya.”

Jika hubungan antara Mamiya dan aku dan apa yang dilakukan Utsumi dihentikan di sini, kehormatan kami bertiga dan kehidupan sekolah kami akan terlindungi. Bahkan Utsumi pun tidak mau berada dalam pengawasan polisi.

Dan kami juga tidak ingin rahasia kami terbongkar.

“....Tapi aku telah menyakiti Mamiya-san."

“Itu benar, tapi bagaimana menurutmu?"

Jawaban atas gumaman Utsumi diserahkan sepenuhnya pada Mamiya.

"Yah, kenapa tidak? Semua orang membuat kesalahan.”

Mamiya berbicara dengan nada riang dan melepas topeng siswa teladannya. Utsumi memutar matanya dan mengedipkan matanya berulang kali.

'...... Um, Mamiya-san?

“Hmm? Ah, ini pertama kalinya kamu melihatku seperti ini ya? Inilah diriku yang sebenarnya, cara bicaraku sebelumnya itu hanya topeng yang aku buat bagi seorang murid teladan.”

“Aku pikir itu terlalu banyak untukku.”

“Tidak apa-apa. Bisakah aku memintamu untuk merahasiakannya?”

Mamiya dengan blak-blakan menutup satu matanya dan berkata kepada Utsumi, Utsumi tampak sempat ragu-ragu sebelum akhirnya menganggukan kepalanya.

Aku tersedak tanpa sadar. Mamiya yang terus berbicara tanpa berhenti. Mamiya menunjukkan kepada Utsumi sisi dirinya yang biasanya tidak akan dia tunjukkan pada orang lain, membuat Utsumi terpesona oleh penampilan anggun nya dan tersipu malu seolah olah itu adalah pertama kalinya ia melihat Mamiya seperti itu.

Perasaan superioritas bahwa orang yang dicintainya telah mengungkapkan rahasianya kepadanya, tampaknya sangat berharga baginya.

“Maafkan aku Mamiya-san, aku telah melakukan begitu banyak hal buruk pada Mamiya-san dan menyebabkan banyak masalah.”

“Semua orang membuat kesalahan, kau tahu. Aku baik-baik saja dengan itu lalu bagaimana denganmu Aisaka-kun?”

"Kenapa kamu berasumsi bahwa aku marah?"

“Karena wajahmu ketika kamu datang ke kelas sangat mengerikan.”

Utsumi mengangguk mengiyakan jawaban Mamiya.

Aku bertanya-tanya apakah aku benar-benar memiliki wajah seperti itu?

Aku menyentuh wajah aku dan memeriksanya, tetapi tidak mungkin aku bisa memahaminya sekarang, jadi aku berhenti memikirkannya sekarang dan berpikir bahwa itu wajar.

“Aku baru saja berpikir, mungkinkah Mamiya-san dan Aisaka-kun sedang menjalin hubungan?”

Utsumi mengangkat kepalanya dan bertanya dengan tatapan serius yang menakutkan.

“Tidak? Aku sudah bilang sebelumnya, aku tidak berkencan dengan Mamiya.”

Tidak perlu menyembunyikannya karena itu adalah kebenaran. Jika aku melirik ke samping Mamiya. aku bisa melihat bahwa dia mengangkat alisnya dan membuat ekspresi yang sulit dimengerti.

Namun, dia berkata, "Itu benar. Aisaka-kun dan aku adalah teman. Kami adalah teman," katanya dengan nada suara yang sepertinya mengingatkan Utsumi.

Mendengar ini, Utsumi menghela napas agak lega.

“Aku tahu itu bukan sesuatu yang bisa aku katakan setelah ...... melakukan ini, tapi aku masih menyukaimu, Mamiya-san. Jadi, bisakah aku terus menyukaimu?"

“Jika kamu tidak menguntitku lagi, maka tidak apa-apa.”

Utsumi, yang menerima pengampunan langsung dari Mamiya, meninggalkan kelas dengan senyum puas.

“Apakah kamu yakin itu baik-baik saja?”

“Maksudmu Utsumi-san? Yah tidak apa-apa karena itu sebagian adalah salahku. Aku tahu bahwa topeng siswa teladan terkadang menyebabkan kesalahpahaman semacam ini. Aku baik dan ramah kepada semua orang. Sikap seperti itu mungkin menyebabkan beberapa orang salah paham denganku."

Terlepas dari semua yang telah dilakukan Utsumi padanya, Mamiya menerimanya seolah-olah tidak ada yang salah dengannya.

"Kau tahu apa yang akan terjadi jika aku datang terlambat."

“Ya, aku bersedia. Aku mungkin telah dicium tanpa emosi atau suasana apa pun, atau aku mungkin akan dipaksa untuk melepaskan pakaianku dan melakukan ini dan itu. Jika aku melawan, aku mungkin akan melakukan kekerasan.”

"Apa itu? Bagaimana kamu bisa begitu tenang?”

Berbeda dengan Mamiya, yang begitu tenang, aku tidak begitu senang soal itu.

Aku benar-benar tidak mengerti bagaimana ia bisa terlihat begitu tenang seperti ini, padahal, jika ia melakukannya dengan buruk, ia bisa saja mengalami luka yang mengancam nyawa.

Sebuah tinju yang secara alami terkepal erat.

Itu terbungkus di tangan Mamiya.

“Aku seharusnya memberitahu Aisaka-kun, tapi aku minta maaf. Aku memiliki kecurigaan bahwa Aisaka-kun mungkin telah mengungkap akun rahasiaku. Aku menemukan kemudian bahwa itu adalah kesalahpahaman, tapi kau tahu, bahkan sebelum itu, aku mengalami sedikit kesulitan berbicara denganmu sebelumnya.”

"......Ya, itu benar. Jika kesalahpahaman telah diselesaikan, aku mungkin bisa berbicara denganmu tentang hal itu.”

"Aku tidak ingin kamu salah paham, tapi akulah yang membuat suasana menjadi lebih buruk. Bagaimanapun, Aisaka-kun, itu bukan salahmu, jadi jangan khawatir tentang hal itu."

Dia berkata dengan cepat, seolah-olah dia sedang membujuk ku, dan segera setelah dia merasa aku tidak yakin, dia berkata, "Oke?"

Dia mengingatkanku, aku tidak yakin apa yang harus dilakukan, tetapi jika Mamiya mengatakan demikian, tidak baik untuk mengulanginya kembali.

“Aku sebenarnya akan meminta bantuan Aisaka-kun ketika aku tidak bisa berbuat apa-apa, tapi kemudian aku menyadari itu adalah hal terakhir yang ingin aku lakukan dan memutuskan untuk tidak melakukannya, tapi kemudian Aisaka-kun datang dan menyelamatkanku.”

“Itu hanya kebetulan. Aku menemukan Mamiya tepat pada waktunya.”

“Tetap saja, kau tahu?"

Tersenyum lembut, dua mata menatap lurus ke arahku. Mata dengan ketulusan di dalamnya membuat hatiku terbakar jauh di dalam dadaku

Tapi aku tidak percaya kata-kata Mamiya dari lubuk hatiku. Aku sangat jijik dengan diri aku sendiri karena memiliki perasaan yang kontradiktif seperti itu dan ingin melarikan diri jika bisa.

Namun aku tidak bisa karena sesuatu menahanku, yang menahanku adalah kehangatan tangan Mamiya yang melingkari tanganku.

“Omong-omong, Aisaka-kun, apakah kamu mencariku karena mengkhawatirkanku?”

“Tidak, itu tidak seperti yang kamu pikirkan.”

Jantungku melompat.

Secara kebetulan aku berakhir di sini. Kalau bukan karena kertas dan foto itu, aku mungkin masih berada di ruang kelas menunggu kepulangan Mamiya.

Melihat kembali perilaku ku setelah itu, aku mungkin memang mengkhawatirkannya, dan itu adalah perilaku yang bisa dilihat sebagai sesuatu yang melompat keluar padaku.

Aku tidak bisa berpaling karena aku menyadari bahwa Mamiya mungkin menjadi korban penguntitan. Bukan demi Mamiya, tapi karena aku punya firasat bahwa aku akan menyesal tidak jika menolongnya saat itu.

Karena jika seorang teman dalam kesulitan, itu adalah wajar untuk membantu.

Itu saja. Hanya itu saja.

“Meski begitu, terimakasih, aku mungkin hampir mencapai batasku, jika tidak ada kamu.”

Begitu Mamiya melepaskan tanganku, dia membenamkan wajahnya di dadaku.

Kedua lengannya melingkari punggungku dengan ringan. Aku merasa bahwa suaranya, yang sedikit gemetar saat ini sangat berbeda dari sebelumnya, kekuatanya saat ini begitu rapuh.

“Jika seseorang melihat kita seperti ini, mereka akan salah paham.”

“......Ya, itu mungkin benar. Tapi biarkan aku tetap seperti ini sampai aku tenang.”

“Bagaimana kamu bisa mengatakan itu kalau kamu tidak berniat untuk pergi bahkan jika aku memintamu untuk menjauh dariku?”

Sambil menghela nafas berat, aku terus berdoa agar tidak ada yang datang saat Mamiya memelukku seperti ini. Untungnya, tidak ada suara langkah kaki yang datang di lorong, dan hanya sinar matahari sore yang lembut menembus jendela.

Setelah begitu banyak menghindari terlibat dengan lawan jenis, Mamiya yang membuatku tidak berdaya setiap kali datang menghampiriku.

Aku bertanya-tanya perasaan apa ini.

Aku rasa itu bukan perasaan romantis.... karena aku tidak mempercayai wanita sebelum aku mengalami sesuatu yang disebut cinta, jadi aku tidak tahu bagaimana rasanya.

Tepat ketika aku memikirkannya, untuk beberapa alasan, dadaku terasa sesak. Namun aku akan mencoba untuk tetap tenang dan menjaga perasaanku yang aku sendiri tidak tahu namanya, jauh di dalam hatiku.

Setelah berada didalam pelukan Mamiya untuk beberapa saat, dia tiba-tiba melepaskan ikatan lenganku dan menjauh.

"Apakah kamu sudah tenang?"

Aku bertanya tanpa pikir panjang, dan menemukan wajah Mamiya yang diwarnai cerah oleh sinar matahari.

"Di satu sisi aku masih gelisah, tapi tidak apa-apa.”

“Apa itu?”

“Asal kamu tahu seorang gadis memiliki banyak rahasia yang tidak bisa mereka ceritakan kepada orang lain.”

Jika itu yang kamu katakan, tidak mungkin aku bisa mengejarnya.

“Kalau urusanmu sudah selesai, ayo pulang.”

“Tunggu. Aku masih punya satu pertanyaan lagi untuk ditanyakan pada Aisaka-kun.”

Saat aku hendak meninggalkan kelas, Mamiya meraih lengan bajuku dan menghentikanku.

Ketika aku berbalik untuk menanggapi suara yang terdengar serius, Mamiya menunjuk ke kursi di dekatnya. Kurasa dia ingin aku duduk. Meski aku tidak bisa membaca maksud Mamiya, aku menurut dan duduk. Mamiya juga duduk di sebelahku dan membalikkan tubuhnya ke arahku.

Berbeda dengan apa yang baru saja aku dengar, aku bisa merasakan suasana tegang mengalir melalui ruang kelas.

“Aku ingin berbicara tentang apa yang mengganggu akhir-akhir ini.”

Mamiya mengawali pernyataannya dengan sebuah ketukan, kemudian membuka mulutnya lagi dan

“Apa yang akan kamu lakukan.... jika aku memberitahumu bahwa aku telah melanggar janji kita untuk menjaga rahasia satu sama lain dan mengungkapkan foto-foto itu?”

Melihatku seolah mengujiku, Mamiya memulai percakapan.



Anda mungkin menyukai postingan ini

Posting Komentar