Selama akhir pekan Golden Week, Hoshikawa dan aku memutuskan untuk membuat puding besar bersama.
Saat dunia luar masih menetapkan PPKM, membuat manisan sepertinya menjadi kegiatan yang digemari saat ini.
Jadi kami memutuskan untuk menghabiskan akhir pekan kami dengan kegiatan positif selama di rumah saat pandemi.
Di sisi lain Hoshikawa-san berdiri di sampingku sambil tersenyum dan berbagi ruang dapur denganku.
Namun entah kenapa celemek yang kami gunakan menampilkan alfabet anyaman yang menyerupai inisial nama kami masing-masing dan secara kebetulan membuat kami terlihat seperti berpasangan.
"Ah, Yoshino-kun, bisakah kamu ajari aku cara menggunakan microwave ini. Aku akan melarutkan gelatin sekarang.”
“Berapa lama?”
“Aku tidak tahu."
Melihat Hoshikawa yang tidak kompeten dalam bidang teknologi juga mulai menjadi rutinitas yang aku lihat setiap hari, namun entah bagaimana aku juga mulai menikmatinya sekarang.
Hoshikawa mungkin tahu cara menggunakan microwave secara normal, namun ia memutuskan untuk mengandalkanku.
Aku tidak yakin mengapa Hoshikawa harus bergantung kepadaku seperti itu, tapi ia mungkin mempertimbangkan perasaanku yang tak tertahankan dan memberiku pekerjaan setidaknya selama aku tinggal dirumahnya untuk sementara waktu sekarang.
Baiklah. Coba aku lihat, 600W.. sepuluh hingga dua puluh detik.. Waktu pemanasan untuk gelatin tertulis pada kotak kemasan.
Masukkan ke dalam mangkuk kaca berisi air lalu masukan kedalam microwave…
“Hoshikawa-san?”
Hoshikawa mencondongkan tubuhnya lebih dekat ke arahku dan memperhatikan tanganku mengoperasikan microwave.
Bahkan dari dekat, dia sangat manis.
“Ah, maaf. Aku hanya mencoba belajar bagaimana cara menggunakan microwave.”
“Ah, tidak apa-apa.”
Kemarin, lusa, dan sehari sebelumnya, dia mencoba mempelajari ini berkali-kali, bukan?
Aku pikir begitu, tapi aku akan membiarkannya saja.
Aku akan sangat menyesal jika aku mengganggu saat dia menatapku dengan binar di matanya sekarang.
Setelah itu, aku membuat campuran karamel dan telur untuk mengeraskan puding, dan selagi aku memanaskannya di penggorengan dan panci, Hoshikawa berdiri di depan kompor tanam, menempel di dekatku.
“Hoshikawa, jika kamu terlalu dekat, itu berbahaya.”
“Aku akan berhati-hati.”
“Aku mengerti.”
“Aku minta maaf. Aku hampir meminta Yoshino-kun untuk melakukan semua ini untukku.”
“Aku tidak keberatan.”
“Yoshino-kun, kamu sangat tangkas, bukan? Kamu terlihat seperti bisa memasak.”
“Ini hanya mie gelas.”
“Mie yang kamu buat itu enak, aku menyukainya.”
Saat makan siang tempo hari.
Yang harus kulakukan hanyalah menuangkan air panas dan menunggu selama tiga menit, tetapi Hoshikawa sangat senang dengan itu.
“Bagiku, itu terlalu bagus untuk disia-siakan."
“Sia-sia?”
“Karena aku kehilangan satu kesempatan untuk makan masakan buatan Hoshikawa.”
"Ah, masakanku?
“Aku tidak yakin apakah itu sia-sia atau tidak, tapi aku lebih suka masakan buatan Hoshikawa, Maaf, aku mungkin terdengar kurang ajar, kenyataan bahwa aku adalah tamu di rumahmu dan memintamu memasak untukku, jadi mulai sekarang aku akan belajar memasak saat kamu menyiapkan makanan untuk-”
“Aku akan memasak! Jika Yoshino-kun ingin memakannya."
Kata Hoshikawa, mencondongkan tubuh ke depan.
Jawabanku untuk itu sudah jelas.
“Aku ingin memakannya.”
“Kalau begitu, aku akan membuatnya.”
Hoshikawa tersenyum malu.
Aku senang melihat reaksinya dan mendengar jawabannya. Meski begitu, aku yakin makanan yang aku buat mungkin tidak akan bisa seenak buatan Hoshikawa-san bahkan jika aku bisa memasaknya dengan baik.
Sambil melakukan percakapan seperti itu, aku melanjutkan pekerjaanku untuk membuat puding besar.
Aku memasukan campuran karamel dan telur yang aku buat ke dalam cetakan stainless steel sebesar ember. Lalu mendinginkannya di kulkas selama sehari sampai mengeras sebelum memakannya sebagai camilan sore hari.
Keesokan harinya.
"Apakah kamu yakin mereka akan mengeras?"
Hoshikawa bergumam seolah ragu di depan cetakan besar yang dikeluarkan dari kulkas.
Aku mendinginkannya lebih lama untuk berjaga-jaga, tapi ukurannya lebih besar dari yang kukira. Meski permukaannya sudah mengeras, ada kemungkinan bagian dalamnya masih kendor.
Namun, karena aku tidak dapat melihat bagian dalamnya, aku tidak punya pilihan selain membuka cetakannya.
Kamu dapat menutupi cetakan dengan piring dan membalikkannya sehingga dapat diangkat. Karena sulit untuk melakukannya sendiri, jadi Hoshikawa dan aku memutuskan untuk mengangkatnya bersama.
“Hoshikawa-san, aku akan mengangkatnya.”
"Ugh, ya!”
"Se, no!”
Cetakan terbalik pada waktu yang tepat dan diturunkan dengan lembut ke atas meja.
Setelah menarik napas lega karena tidak terjadi bencana saat kami membalikannya, akhirnya kami melepas cetakannya.
Dan kemudian, tanpa lecet sedikitpun, puding besar dan mengkilat muncul tepat di depan mata kami.
“Wow, ini sangat besar.”
Hoshikawa melebarkan matanya di depan puding raksasa yang telah dikeluarkan dari cetakannya.
Itu tentu pemandangan yang spektakuler.
“Ah, itu telah mengeras dengan benar."
“Meski sudah mengeras, itu masih lembut dan mengembang.”
“Lebih mudah diguncang daripada yang terlihat.”
“Hei, Yoshino-kun, kamu mengguncangnya terlalu keras.”
“Aku pikir itu terlihat seperti Slime.”
"Aku tidak begitu mengerti, tapi itu seperti, hahaha.”
Sepertinya kata-kata Hoshikawa-san terhenti secara tidak sadar.
Di depan puding yang bergoyang, Dia memeluk perutnya dan merintih di depan puding yang bergetar.
"Ahahaha, Yoshino-kun, hentikan, lama-lama puddingnya bisa benyek.”
Itu agak menyenangkan, buset sampai kapan aku terus mengocoknya.
Memikirkan diriku melakukan hal yang memalukan di depan Hoshikawa-san hanya karena pudding, itu terlalu memalukan.
Setelah kami berdua banyak tertawa, kami duduk berdampingan di sofa ruang tamu dan makan.
“Enak~~~~~~."
Hoshikawa berteriak gembira sambil memegang sendok, dan pipiku mengendur tanpa sadar.
Rasanya memang enak.
Namun, ukuran puding yang tidak bisa dimakan itulah yang membuat aku tertawa. Ini seperti acara, dan itu menyenangkan.
Aku membuatnya secara mendadak, tapi aku berhasil melakukannya dengan baik, tapi…..
“Aku tidak bisa makan semuanya.:
Puding raksasa yang telah kami kikis cukup banyak untuk kami berdua makan dan masih menjadi gunung yang megah di atas meja ruang tamu. Itu dibuat dengan lebih dari cukup bahan untuk sepuluh orang, jadi itu wajar saja. Bukankah itu konyol?
Dan baik Hoshikawa maupun aku bukanlah orang yang makan banyak. Jumlah makanan yang kita taruh di piring kecil kita saja sudah terlalu banyak untuk kita.
“Hmm, mari kita dinginkan sisa makanan didalam freezer dan buat eskrim bersama mereka.”
"Puding es krim? Aku suka itu."
"Jika kamu memakannya setengah cair, itu cukup enak."
"Hahaha. Yah, kurasa kita tidak perlu khawatir tentang makanan penutup untuk sementara waktu.
“Tidak peduli berapa banyak kita memakannya, sepertinya tidak akan habis untuk saat ini."
“Aku rasa begitu. Maksudku, ini adalah puding yang sangat besar, alangkah baiknya jika kita bisa mengundang seseorang dan memakannya bersama.”
Itu benar, tapi jika aku tidak berada disana, apakah Hoshikawa dapat menelepon teman-temannya?
Saat itulah aku tiba-tiba merasa sangat menyesal sambil memakan pudingku.
“Tapi, aku senang bisa berduaan dengan Yoshino-kun.”
Mendengar kata-kata itu, aku melihat wajah Hoshikawa di sebelahku.
Senyum lembut diarahkan padaku.
“Karena saat aku bersama Yoshino-kun, aku merasa sudah terbiasa."
Aku mengaguminya, tapi komentar Hoshikawa membawaku kembali ke diriku sendiri.
“Apa maksudmu dengan terbiasa?”
“Aku merasa seperti menjadi anak kecil lagi, atau lebih tepatnya, lebih santai.”
“Aku senang kau nyaman dengan itu.”
Aku pikir jika aku membuat Hoshikawa tidak nyaman, aku pikir ada baiknya jika aku pergi.
Namun mendengar kata-kata Hoshikawa. Aku senang bisa tinggal disini lagi lebih lama.
“Aku sering sendirian di rumah, ketika aku masih kecil karena Ayah dan ibuku selalu sibuk dengan pekerjaan mereka.”
Hoshikawa mulai bergumam pelan.
Kalau tidak salah orang tua Hoshikawa memang menjalankan sebuah rumah sakit. Ayah Hoshikawa adalah seorang dokter dan ketua dewan, atau semacamnya, kata Nisaka.
Aku tidak yakin apakah aku harus menyebutkannya atau tidak, tapi aku yakin Hoshikawa pasti akan memberitahuku jika perlu.
Aku memutuskan untuk tetap diam dan diam-diam mendengarkan suaranya.
"Jadi kakek-nenekku merawatku dalam banyak hal, tetapi ketika aku melihat teman-temanku bermain bersama dengan orang tua mereka, aku sedikit iri. Aku merasa seperti tidak boleh menangis atau tertawa bebas, atau meminta kakek-nenekku untuk mengajariku sesuatu yang tidak aku mengerti."
Jarang sekali Hoshikawa berbicara tentang dirinya di depanku sendiri seperti ini.
Dan ini mungkin ini yang benar-benar ia rasakan.
Ini adalah pertama kalinya aku melihat Hoshikawa jujur seperti ini.
Atau mungkin caraku memandang Hoshikawa menjadi lebih jelas.
Apakah karena kami berdiri bersama di dapur, makan manisan yang kami siapkan bersama, bernapas dan bersantai bersama?
Aku merasa bisa melihat dirinya yang sebenarnya lebih jelas dari biasanya.
Dulu aku berpikir gadis paling cantik dan berbakat di sekolah, yang bisa melakukan apa saja dan sempurna dalam segala hal, tidak memiliki kelemahan. Mungkin itu sebabnya aku menjaga jarak darinya.
“Aku menghormati orang tuaku, tapi aku pikir aku tumbuh dengan perasaan seperti ingin dimanjakan oleh seseorang. Mungkin itu sebabnya aku mengambil keuntungan dari kebaikan Yoshino-kun. Maafkan aku, aneh rasanya kalau aku seperti ini walau aku sudah SMA sekarang.”
“Aku tidak berpikir usia ada hubungannya dengan itu.”
Mau tak mau aku membiarkan Hoshikawa berbicara dengan sedih.
Hoshikawa mengedipkan matanya karena terkejut.
"Yah, aku mengerti perasaan itu, karena ada kalanya aku juga ingin dimanjakan oleh seseorang."
Aku selalu ingin dimanjakan.
Tapi aku tidak berpikir akan ada orang yang bisa dengan mudah menerimamu dan memanjakanmu begitu saja. Setidaknya bagiku, aku hanya berusaha untuk tidak menunjukkannya.
“Jika kamu tidak keberatan. Aku bisa memanjakanmu."
“Apakah itu baik-baik saja?”
“Ya.”
"Lalu, aku akan melakukannya."
Mengatakan hal ini, Hoshikawa menyandarkan tubuhnya kebahuku sehingga ia bisa menyandarkan kepalanya ke bahuku.
Bagian yang menempel terasa hangat.
Beban yang ringan itu tampaknya menjadi beban yang dimiliki Hoshikawa sejak kecil.
Mungkin Hoshikawa menganggapku sebagai anjing besar atau semacamnya. Tapi jika aku bisa memuaskan perasaan Hoshikawa, aku pikir itu tidak masalah.
Jejak ketupat
“Yoshino-kun, apakah kamu ingin bermain game?"
Setelah makan malam, Hoshikawa menyarankan hal seperti itu.
Aku makan banyak puding di sore hari, jadi aku punya lebih banyak waktu sebelum tidur daripada biasanya.
“Apa permainannya?”
“Apakah ini disebut video game?”
“Apakah kamu punya konsol video game? Hoshikawa, apakah kamu suka game?”
“Entahlah.”
Itu adalah jawaban yang tidak terduga.
Apalagi, tidak seperti sebelumnya, dia sepertinya tidak tahu.
“Maksudmu, kamu tidak tahu apakah kamu suka game atau tidak?”
“Ya, karena aku belum pernah memainkannya sebelumnya.”
“Nah, lalu mengapa kamu memiliki konsol game dirumah?”
"Itu karena Yoshino-kun── maksudku kupikir akan lebih baik untuk memilikinya saat teman-temanku datang.”
Ini terlalu banyak untuk disiapkan.
Ini adalah konsol terbaru yang sedang digandrungi para reseller dan sulit didapatkan bukan?
“Game apa yang akan kamu mainkan?”
"Apa saja yang kamu sukai, Yoshino-kun.”
"Yang kusukai…. Kau tidak tahu cara mengoperasikannya, kan, Hoshikawa?"
“Ya, aku ingin kamu mengajariku.”
"Kalau begitu kurasa begini."
Karena Hoshikawa adalah seorang pemula dalam game, jadi dia memutuskan untuk memilih game yang tampaknya tidak terlalu sulit untuk dimainkan.
Maksudku, dia sudah mengunduh banyak game ke konsol. Aku ingin tahu siapa yang melakukannya.
“Hei, Hoshikawa. Kapan kamu mengunduh ini?”
“Sebulan yang lalu.”
“Hah?”
“Bukan apa-apa ♡”
Aku mencoba mempermainkannya, tapi dia menipuku dengan senyum manisnya.
Yah, aku mendengarnya dengan jelas.
Bagaimanapun, Hoshikawa sendiri yang menyiapkannya. Tapi dia menyiapkannya sedikit lebih awal dari yang aku kira.
“Sungguh.. sebenarnya apa yang kamu inginkan, Hoshikawa?”
Pertanyaan itu keluar dari mulutku tanpa sadar.
Saat aku sedang bertanya-tanya “Apa yang Hoshikawa ingin lakukan dengan membiarkanku tinggal di rumahnya, bersikap baik padaku, dan membuatku bahagia?” suara dalam pikiranku secara tidak sengaja keluar dari mulutku dan terdengar oleh Hoshikawa.
Ketika aku panik, semuanya sudah terlambat. Itu terjadi setelah suaraku sampai ke telinga Hoshikawa.
“Tunggu, apa yang baru saja kamu katakan, aku..”
"Aku ingin lebih dekat dengan Yoshino-kun, mungkin."
“Hah?”
“Aku yakin kamu tahu bahwa kita tidak pernah memiliki kontak sama sekali di kelas, bukan? Jadi aku pikir jika kita nongkrong seperti ini, aku bisa menebusnya.”
“Aku mengerti.”
Tampaknya maksud dari pertanyaan itu disalahtafsirkan.
Tapi terima kasih Tuhan. Aku tidak ingin Hoshikawa tau apa yang sebenarnya ingin aku katakan sekarang.
Dan jawaban Hoshikawa tidak sepenuhnya salah.
“Kurasa aku juga ingin berteman dengan Hoshikawa.”
“Benarkah? Aku senang mendengarnya.”
“Oke, ayo bermain kalau begitu.”
"Uh, ya."
Kami kemudian memainkan permainan yang menarik perhatian kami.
Hoshikawa tentu saja seorang pemula. Dia sepertinya tidak berpura-pura. Aku tidak bisa mengalihkan pandangan darinya saat dia melakukan beberapa gerakan yang konyol saat bermain.
“Hoshikawa-san, kenapa kamu berputar-putar?”
Bahkan jika kamu menekan tombol berulang kali, tidak akan terjadi apa-apa.
Tidak, tolong jangan melampiaskannya padaku hanya karena kamu tidak bisa melakukannya.
Tapi ini Hoshikawa.
Aku tidak mengerti ketika aku mengikutinya dengan mata kepalaku sendiri dari jauh di sekolah.
Dia cantik, pandai belajar dan olahraga, tidak ada yang tidak dia kuasai, dan dia bisa melakukan segalanya tanpa hambatan, tapi dia juga berbohong, sedikit merepotkan, dan dia sepertinya memiliki emosi yang berat seperti orang lain.
“Ugh, aku tidak mengerti Yoshino-kun, tunjukkan padaku caramu bermain.”
“Ugh, ya.”
Tapi kurasa Hoshikawa lebih baik sekarang.
Jejak ketupat
Setelah bermain game sebentar, aku melihat situs berita di ponselku.
“Hah?"
Tiba-tiba ponselku menjadi berisik.
Apakah ini semacam pengumuman dari pemerintah tentang pencabutan PPKM?
Tapi di layar, itu tidak terlihat seperti negara Asia, jika ini adalah negara lain, aku hanya bisa menghela nafas lega.
Aku berharap kehidupan seperti ini bisa berlangsung selamanya.
“Yoshino-kun."
Aku mendongak dari ponselku saat aku dipanggil.
Hoshikawa memegang piyamaku.
“Aku akan mandi sekarang.”
“Baiklah.”
“Aku akan masuk…”
“Silahkan, silahkan.”
"Ah, Yoshino-kun, kamu bisa masuk dulu."
Saat Hoshikawa memperhatikanku dan mengulangi pertanyaannya, aku membeku.
Apakah dia tidak puas dengan jawabanku?
"Ehm, bukankah Hoshikawa ingin masuk lebih dulu?"
Aku baru ingat sesuatu yang harus kulakukan. Jadi, silahkan.”
Hoshikawa berkata dan pergi ke kamarnya.
Yah, aku juga tidak terlalu peduli, akan sangat buruk jika aku berselisih dengan Hoshikawa sekarang. Jadi aku memutuskan untuk masuk dengan cepat.
Aku bangkit dari sofa dan pergi ke kamar tidur untuk mengambil pakaian ganti. Lalu aku pergi menuju ruang ganti.
Buka pakaianmu, pergi ke kamar mandi, mandi, dan cuci kepalamu dengan sampo.
Ketika aku keramas, aku menutup mata, jadi aku tidak bisa melihat apa-apa.
Ah, aku merasa sangat santai saat merilekskan tubuh dan pikiranku.
Dan kemudian, saat aku membilas busa dari kepalaku di kamar mandi.
“Hah?"
Tiba-tiba perasaan aneh menghampiriku.
Apa aku baru saja mendengar suara di belakangku?
Apakah itu hanya imajinasiku— whoa?
Sesuatu menyentuh punggungku.
Itu bergerak dan berputar.
Coba amati dulu keadaanya. Sejauh yang aku ketahui, perasaan aneh bahwa kita sedang diawasi oleh orang lain ternyata sesuatu yang umum.
Aku tidak tahu apakah indra keenamku secara alami cenderung seperti ini atau hanya imajinasiku yang bekerja. Ini mungkin hal yang wajar karena aku sedang tinggal di rumah seorang gadis.
Sulit dipercaya tapi, tetapi ada kemungkinan lain, mengobrol dengan seorang gadis saat mandi. Dan bahkan bau surgawi yang memenuhi lubang hidungku!
“Yoshino-kun, punggungmu lebih lebar dari yang kukira.”
“Eh?”
Begitu kehadiran Hoshikawa menjadi jelas, ini sudah jelas bukan suatu kesalahan.
Telingaku yang terfokus pasti tidak salah dengar. Aku yakin apa yang baru saja Hoshikawa katakan bukanlah suatu kesalahan.
“Apa yang kamu lakukan?"
Ketika aku dengan ketakutan bertanya di belakangnya, aku mendengar cekikikan dan tawa.
"Seperti yang kukatakan sebelumnya, aku sudah memberitahumu sebelumnya bahwa aku akan mandi."
"Oh, kamu bilang aku boleh masuk dulu, bukan?"
“Ya, Yoshino-kun masuk duluan, kan? Kau lihat, aku datang setelahmu.”
“Apakah itu berarti kamu sudah lama berada di dalam?”
"Itu benar."
“Apa begini rasanya ketika seorang gadis mandi?”
“Entahlah.”
Aku tidak bisa melihat ekspresi Hoshikawa karena dia ada di belakangku dan mataku tertutup.
Tapi, aku yakin dia mengatakannya dengan ekspresi itu ketika dia berkata, "Entahlah."
Kurasa dia menikmati melihat reaksiku.
Tapi kau tahu apa?
Aku benar-benar telanjang, dan aku tidak punya waktu untuk itu, oke?
“Hoshikawa.”
“Ya, apa?”
"Apakah kamu memakai pakaian?"
“Kita sedang mandi, bukan? Kamu tidak bisa memakainya."
Telanjang! Aku berpikir sejenak sambil menyeka wajahku yang basah dengan tanganku.
Ini tidak baik. Ini tidak bagus. Sangat buruk.
“Keluarlah, Hoshikawa! Sekarang juga!”
“Ugh, tapi…”
“Itu tidak baik!”
“Apa?”
“Apa maksudmu, kau telanjang!!”
“Oh, jangan khawatir tentang itu. Aku masih memakai handuk mandi.”
Aku tidak merasa aman sama sekali!
Itu hanya selembar kain, tanpa perlindungan sama sekali!
Bagaimana dia bisa baik-baik saja dengan itu?
"Kau tahu, aku ingin lebih dekat dengan Yoshino-kun.”
“Hah?”
Tubuhku melompat tanpa sadar.
Mungkin karena mataku tertutup, suara yang berbisik di telingaku dan sentuhan di punggungku terasa begitu jelas.
Aku tidak tahu apa yang dia maksud dengan itu, bahkan jika aku memikirkannya.
Kepalaku mendidih seperti kentang panas dan aku bahkan tidak bisa berpikir dengan baik.
I-ini sangat diperlukan. Ya! Biasa saja. Tanya saja dengan santai.
"Kau pasti bercanda, Hoshikawa”
Suaraku bergetar, ini jelek, tapi bagus dia tidak menggunakan tangannya.
Aku yakin aku masih bisa mengatasinya sekarang.
Aku manusia, bukan binatang. Aku manusia, bukan binatang.
Gunakan akal sehatmu!
“Aku hanya bercanda, mungkin”
“Jika kamu tidak keberatan, apakah kamu bersedia mandi dengan pria?”
“Itu tidak benar! Aku, kya-”
Saat aku mendengar teriakan itu, aku secara refleks berbalik.
Beban itu melompat ke lenganku yang terulur.
“Maafkan aku.”
“Tidak masalah. Aku baik-baik sa-"
Busa sampo benar-benar mengalir dari kepala dan wajahku.
Pandanganku menjadi jelas.
“Etto.”
Aku menyadari apa yang aku lihat, tetapi aku tidak dapat memahaminya. Jadi,
“Maaf, Yoshino-kun, aku akan segera pergi── ahh”
Aku tanpa sadar meraih lengan Hoshikawa dalam upaya untuk menopangnya ketika dia terpeleset saat mencoba bangun.
Pada jarak sedekat itu, aku bisa melihat dengan baik.
Hoshikawa tidak sepenuhnya telanjang. Dia mengenakan handuk mandi yang melilit tubuhnya, sampai saat ini.
“Aduh."
Berkibar.
Entah karena gravitasi atau oleh tekanan dari dalam.
Handuk mandi yang tadinya menutupi tubuh Hoshikawa hanya dengan satu helai, terurai, memperlihatkan kulit Hoshikawa.
“Aku tidak melihatnya!”
Aku memejamkan mata dan berteriak.
Apa? Aku mendengar suara bingung Hoshikawa.
Aku melihatnya secara tidak sengaja.
Tapi itu hanya kecelakaan. Melihatnya tanpa seizinnya membuatku merasa bersalah, aku tidak bisa berada di sini dengan rasa bersalah seperti ini.
"Uh, maafkan aku, aku akan menunggu giliranku."
“Ah, Hoshikawa..."
Sebelum aku bisa menghentikannya, Hoshikawa berjalan keluar dari kamar mandi.
Hoshikawa mungkin akan masuk angin.
Aku akan segera bergegas dan membiarkan Hoshikawa menggunakan bak mandinya segera.
Itulah yang aku pikirkan ketika aku hendak membasuh tubuhku.
Namun apa yang harus aku lakukan setelah ini?
Bagaimana aku harus memperlakukan Hoshikawa, setelah keluar dari kamar mandi?